S&P Global: Pesanan Meningkat, Manufaktur Indonesia Kian Ekspansif
Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada Oktober 2025, menurut hasil survei Standard & Poor (S&P) Global yang dirilis awal November, naik menjadi 51,2 dari dari 50,4 pada September 2025, alias makin ekspansif (indeks di atas 50).
Hal itu menandai ekspansi manufaktur RI tiga bulan berturut-turut sejak Agustus, dan menunjukkan konsistensi pertumbuhan industri nasional di tengah tekanan ekonomi global. PMI Manufaktur Oktober 2025 versi S&P itu serupa dengan Indeks Kepercayaan Industri (IKI) versi Kemenperin yang juga mencatat manufaktur atau industri pengolahan RI makin ekspansif.
Sebelumnya sejak April 2025 manufaktur Indonesia melemah atau terkontraksi (indeks di bawah 50). Tergambar dari PMI manufaktur sebesar 46,7 pada April, 47,4 pada Mei, 46,9 pada Juni, dan 49,2 pada Juli, sebelum kembali berekspansi pada Agustus 2025 dengan indeks 51,5 dan 50,4 pada September 2025.
Mengutip keterangan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Kamis (6/11/2025), berdasarkan komponen pembentuk PMI, pesanan baru (new orders) naik dari 51,7 menjadi 52,3 pada Oktober 2025. Sedangkan tingkat penyerapan tenaga kerja meningkat dari 50,7 menjadi 51,3.
“Kenaikan ini mencerminkan meningkatnya kepercayaan pasar dan kapasitas produksi industri nasional. Kita melihat adanya peningkatan penyerapan tenaga kerja dengan laju tercepat sejak Mei 2025. Ini sinyal baik, karena aktivitas industri kembali mendorong penciptaan lapangan kerja,” kata Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita.
Baca juga: Manufaktur RI Kembali ke Fase Ekspansi. Produksi Naik, Rekrutmen Pekerja Meningkat
Sementara output atau aktivitas produksi tetap stabil di level 50,0, menandakan pelaku industri masih menjaga keseimbangan antara kapasitas produksi dan permintaan pasar. Beberapa pelaku industri dilaporkan menggunakan stok yang ada untuk memenuhi kenaikan pesanan baru, sehingga stok barang jadi menurun tipis.
Menperin menambahkan, peningkatan kinerja industri nasional di tengah tekanan global menunjukkan ketahanan sektor manufaktur Indonesia yang semakin kuat.
“Walaupun ekspor masih melambat akibat pelemahan permintaan di pasar utama seperti Amerika Serikat dan Eropa, kekuatan konsumsi dalam negeri menjadi motor utama pertumbuhan industri kita,” ungkap Agus.
Dalam konteks regional, PMI manufaktur ASEAN juga meningkat ke level 51,6 pada Oktober 2025. Dalam hal ini PMI Indonesia (51,2) kalah jauh dibanding Thailand (56,6), Vietnam (54,5), Myanmar (53,1), dan India (57,7), dan sama dengan Tiongkok (51,2).
Baca juga: Rekrutmen Pekerja di Industri Manufaktur Terus Meningkat, September Tertinggi Dalam 5 Bulan Terakhir
Kemenperin menyatakan, PMI Manufaktur bukan pegangan utama dalam membaca kondisi industri dan merumuskan kebijakan industri, karena hanya menyajikan data makro dan belum secara detail menjelaskan kinerja per subsektor industri.
Kemenperin menggunakan IKI yang dinilai lebih komprehensif dengan sampel dari lebih banyak industri dalam negeri, serta lebih akurat dalam mencerminkan kinerja manufaktur nasional.
“Saya ingin mengajak semua pihak untuk cermat dan bijak menggunakan data PMI dari S&P Global tiap bulan, karena didasarkan pada sampel industri lebih sedikit dibanding sampel IKI. PMI juga belum cukup detail menggambarkan kondisi subsektor industri. Padahal, dinamika tiap subsektor industri berbeda-beda. Karena itu PMI bukan data utama kami dalam membaca situasi terkini sektor manufaktur dan juga dalam perumusan kebijakan,” terang Menperin.