BI Prediksi Ekonomi 2026 dan 2027 Tumbuh Lebih Tinggi
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyatakan optimismenya, perekonomian Indonesia ke depan akan lebih baik dengan pertumbuhan yang lebih tinggi dan berdaya tahan, dengan tetap mewaspadai ketidakpastian global yang masih tinggi.
Optimisme itu disampaikan Perry dalam pidato kunci dalam Pertemuan Tahunan Bank ndonesia (PTBI) di Jakarta akhir pekan ini.
Menurut Perry, Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2025 berada di kisaran 4,7–5,5 persen (dari sebelumnya di kisaran 4,6-5,4 persen), dan meningkat lebih tinggi pada 2026 dan 2027 masing-masing dalam kisaran 4,9–5,7 persen dan 5,1–5,9 persen.
Didukung oleh konsumsi dan investasi yang meningkat, serta ekspor yang cukup baik di tengah perlambatan ekonomi dunia.
“Inflasi akan tetap terjaga rendah dalam kisaran sasaran 2,5±1% pada 2026 dan 2027. Didukung konsistensi kebijakan moneter, kebijakan fiskal, eratnya sinergi pengendalian inflasi di pusat dan daerah, serta penguatan implementasi Program Ketahanan Pangan Nasional,” kata Gubernur BI.
Stabilitas eksternal dan sistem keuangan juga tetap terjaga, disertai digitalisasi yang terus berkembang pesat. Hanya saja, terkait optimisme itu, Gubernur Perry menyebut lima tantangan global yang perlu terus dicermati dan diwaspadai.
Yakni, berlanjutnya kebijakan tarif AS, melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia, tingginya utang pemerintah dan suku bunga negara maju, tingginya kerentanan dan risiko sistem keuangan dunia, serta maraknya uang kripto dan stablecoins pihak swasta.
Baca juga: Dorong Pertumbuhan Ekonomi, BI Akan Turunkan Lagi BI Rate dan Tambah Insentif Likuiditas
Karena itu, sinergi menjadi prasyarat dalam memperkuat transformasi ekonomi nasional, agar pertumbuhan dapat lebih tinggi dan berdaya tahan.
“Sinergi kebijakan perlu terus diperkuat untuk menghadapi berbagai tantangan yang makin kompleks, yang meliputi lima area penting,” ujar Perry.
Yakni, (i) memperkuat stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, (ii) mendorong pertumbuhan lebih tinggi dan berdaya tahan, (iii) meningkatkan pembiayaan perekonomian dan pasar keuangan, (iv) mengakselerasi digitalisasi ekonomi-keuangan nasional, serta (v) memperkuat kerja sama ekonomi bilateral dan regional.
Sinergi kebijakan transformasi sektor riil untuk meningkatkan modal, tenaga kerja, dan produktivitas juga diperlukan untuk mendorong pertumbuhan yang lebih tinggi dan berdaya tahan.
Kebijakan transformasi sektor riil itu ditempuh baik melalui kebijakan industrial maupun reformasi struktural.
Kebijakan industrial diarahkan untuk meningkatkan nilai tambah produksi dari sektor-sektor prioritas nasional, termasuk di antaranya hilirisasi khususnya yang berbasis sumber daya alam, industri teknologi, serta indusri padat karya.
Sementara kebijakan struktural diarahkan untuk perbaikan iklim investasi, persaingan usaha yang sehat, konektivitas infrastruktur, serta penguatan kebijakan perdagangan dan investasi, termasuk melalui Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) sebagai pusat-pusat pertumbuhan.
“Bauran kebijakan Bank Indonesia tahun depan akan terus diarahkan untuk turut mendorong pertumbuhan ekonomi dengan tetap menjaga stabilitas, dalam sinergi erat dengan bauran kebijakan ekonomi nasional,” jelas Perry.
Kebijakan moneter tahun 2026 diarahkan untuk menjaga stabilitas (pro-stability), dengan tetap memanfaatkan ruang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi (pro-growth).
“Sementara kebijakan makroprudensial dan kebijakan sistem pembayaran, tetap diarahkan untuk turut mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi (pro-growth),” tutup Gubernur BI.