November PMI Manufaktur Indonesia Catat Angka Tertinggi, Didorong Lonjakan Pesanan Baru
Sektor manufaktur Indonesia terus menunjukkan perbaikan. Tercermin dari Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur versi S&P Global yang terus menunjukkan ekspansi (indeks >50) yang kian tinggi dalam empat bulan terakhir, setelah April-Juli terkontraksi (indeks <50).
Mengutip keterangan Kementerian Perindustrian, Senin (1/12/2025), aktivitas industri pengolahan atau manufaktur nasional makin ekspansif seiring meningkatnya permintaan di pasar domestik.
Laporan S&P Global mencatat PMI Manufaktur Indonesia mencapai 53,3 pada November 2025, naik dari 51,2 pada Oktober 2025. “PMI Manufaktur November 2025 merupakan yang tertinggi sejak Februari 2025. Mencerminkan perbaikan kondisi operasional industri nasional menjadi lebih kuat dan sehat,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita.
Agus menyatakan, kenaikan PMI Manufaktur itu meningkatkan semangat Kemenperin, meskipun hasil survei PMI bukan dasar Kemenperin menentukan kebijakan.
“Kita tetap mengacu pada IKI (Indeks Kepercayaan Industri), karena IKI merekam dinamika subsektor, mengaitkan data dengan struktur industri, dan memetakan sentimen pelaku usaha dengan lebih presisi,” jelasnya.
Peningkatan PMI Manufaktur November 2025 terutama didorong lonjakan pesanan baru yang mencapai level tertinggi dalam 27 bulan terakhir.
Sebagian besar responden menyebut peningkatan jumlah pelanggan domestik sebagai faktor pendorong utama. Sementara permintaan dari luar negeri justru menyusut cukup tajam.
Kondisi ini mendorong produsen meningkatkan produksi kembali setelah periode stagnasi, sekaligus memperbesar stok barang jadi guna mengantisipasi permintaan lanjutan.
Kenaikan permintaan juga berdampak pada kapasitas kerja pabrik. Perusahaan mencatat akumulasi pekerjaan yang signifikan, tertinggi selama lebih dari empat tahun.
Baca juga: S&P Global: Pesanan Meningkat, Manufaktur Indonesia Kian Ekspansif
Untuk menjaga kelancaran produksi, banyak pelaku industri menambah tenaga kerja meskipun tidak secepat bulan sebelumnya. Aktivitas pembelian bahan baku juga meningkat, sejalan dengan upaya menjaga kesiapan pasokan input di tengah pemulihan permintaan.
“Di tengah perlambatan beberapa pasar ekspor utama, permintaan domestik kembali menjadi jangkar pertumbuhan. Industri kita bergerak adaptif, melakukan penyesuaian kapasitas agar tetap menjaga momentum,” ujar Menperin.
Agus menambahkan, Kemenperin terus memperkuat fondasi industri melalui peningkatan efisiensi, integrasi rantai pasok berbasis bahan baku lokal, serta penyiapan tenaga kerja terampil.
“Program peningkatan kompetensi, inovasi proses, dan transformasi menuju manufaktur hijau, menjadi prioritas untuk memastikan daya saing manufaktur nasional yang berkelanjutan,” terang Menteri Agus.
Dalam catatan S&P Global, PMI manufaktur ASEAN juga meningkat dari 52,7 pada Oktober menjadi 53,0 pada November 2025.
Indonesia (53,3) berada dalam kelompok ekspansif bersama Thailand (56,8), Vietnam (53,8), Myanmar (51,4), dan Malaysia (50,1). Sedangkan Filipina berada di zona kontraksi (47,4).
Di luar kawasan, sejumlah negara besar juga mencatat ekspansi seperti India (59,2), Amerika Serikat (52,5), Australia (51,6), serta China (50,6). Kondisi tersebut menunjukkan aktivitas industri global mulai stabil, meski kecepatan pemulihannya tidak merata.
Kemenperin akan terus mengikuti perkembangan indikator industri dari S&P Global, sebagai salah satu bahan masukan dalam penyusunan kebijakan.
“Kami yakin sektor manufaktur tetap menjadi andalan perekonomian nasional. Prioritas kami menjaga iklim usaha yang sehat, mendorong nilai tambah, dan mengawal transformasi industri yang berkelanjutan,” pungkas Menperin.