554.000 Sawah Jadi Perumahan dan Kawasan Industri, Menteri Nusron: Akan Saya Hentikan
Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nusron Wahid menyatakan, setiap tahun sejak 2019 hingga 2025, terdapat 554.000 hektare sawah yang beralih fungsi menjadi permukiman dan kawasan industri.
Menurut dia, alih fungsi lahan sawah itu akan mempengaruhi ketahanan pangan nasional. Karena itu pengendalian pemanfaatan ruang melalui Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) sangat penting, agar keberlangsungan lahan pangan tetap terjaga.
“Saya bertekad menghentikan alih fungsi lahan sawah ini. Karena itu bapak/ibu sekalian, nanti RTRW-nya harus mencantumkan Lahan Pangan dan Pertanian Berkelanjutan (LP2B). Lahan Baku Sawah (LBS), Lahan Sawah yang Dilindungi (LSD), LP2B-nya harus muncul, supaya ke depan lahan sawahnya terlindungi,” kata Menteri Nusron dalam keterangannya dikutip Minggu (14/12/2025).
Nusron menyampaikan tekad itu saat menyampaikan sambutan dalam Rakor Kebijakan Pertanahan dan Tata Ruang bersama kepala daerah se-Kalimantan Tengah di Palangkaraya, Kamis (11/12/2025).
Kepada pimpinan daerah yang hadir, Menteri ATR mengingatkan, Perpres Nomor 12 Tahun 2025 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional telah menetapkan batas minimal LP2B. “Menurut Perpres 12 tahun 2025, LP2B harus minimal 87 persen dari total LBS. Kenapa? Demi ketahanan dan swassembada pangan,” jelasnya.
Ia menambahkan, percuma Presiden bersemangat mencetak lahan sawah baru di berbagai daerah di Papua dan Kalimantan, kalau alih fungsi lahan sawah dibiarkan.
Nusron mengutip UU No 41/2009 mengenai Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B), yang menyatakan kawasan yang ditetapkan sebagai LP2B dilindungi secara hukum untuk kegiatan pertanian, dan tidak dapat dialihfungsikan untuk kepentingan lain. Jika terjadi alih fungsi, pelaku dapat dipidana penjara.
Baca juga: Program 3 Juta Rumah Butuh Lahan 25 Ribu Hektar, ATR/BPN: Sudah Tersedia 79 Ribu Hektar
Karena itu, Menteri ATR mendorong pemda mempercepat penyusunan dan penyelarasan dokumen tata ruang agar konsisten dengan arah pembangunan nasional. Khususnya, dalam menjaga keseimbangan lingkungan dan ketahanan pangan.
“Bapak/ibu sekalian, ayo kita sama-sama menyusun RTRW. Bapak/ibu menyusun dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda), nanti dibawa ke pusat, ke kami, untuk persetujuan substansi, kita koreksi. Kami juga minta pola ruang hutan jangan dikurangi,” tegas Menteri Nusron.
Saat ini, dari target 77 Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) di Provinsi Kalteng, yang sudah disahkan menjadi Perda baru 22. Dari jumlah itu, 21 RDTR telah terintegrasi dengan sistem Online Single Submission (OSS).
Kemudian, ada 13 kabupaten/kota yang belum melakukan pemutakhiran RTRW, sehingga dokumen penataan ruang yang ada tidak lagi sesuai dengan kebutuhan aktual dan dinamika pembangunan di daerah.
Gubernur Kalimantan Tengah Agustiar Sabran mengungkapkan, pihaknya tengah mempercepat penyempurnaan berbagai instrumen penataan ruang. “Saat ini RTRW provinsi dan kabupaten/kota sudah masuk proses revisi, menyesuaikan dengan kondisi sekarang dan rencana pembangunan ke depan,” terangnya.