Buntut Kasus Kemanggisan Residence, IPW Yudicial Review UU Kepailitan

Indonesia Property Wacth (IPW) berencana melakukan peninjauan ulang (yudicial review) Undang-Undang Kepailitan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Ini terkait dengan kasus yang menimpa konsumen rumah susun milik (Rusunami) Kemanggisan Residence, Jakarta Barat.

Kasus pada apartemen Kemanggisan Residence bermula dari dipailitkannya PT Mitra Safir Sejahtera, pengembang apartemen itu. Perjalanan selanjutnya proyek tersebut oleh kurator dijual kepada PT Berlian Makmur Properti. Masalahnya, konsumen yang sudah membayar hanya diberi uang penggantian sebesar 15 persen. PT Berlian Makmur Properti kemudian memasarkan proyek ini dan melanjutkan pembangunan yang ketika dipailitkan sudah mencapai 60 persen.
“Asosiasi pengembang tidak banyak berbuat, Kementerian Perumahan Rakyat begitu juga, sementara kasus-kasus yang merugikan konsumen terus terjadi, makanya kita bertindak aktif,” kata Ali Tranghanda, Direktur Eksekutif IPW.
Sebanyak 500 orang konsumen menjadi korban. Dari jumlah itu 200 konsumen sudah membayar lunas, sisanya ada yang sudah mengangsur, membayar uang muka, selain membayar tanda jadi (booking fee). Valentino, salah satu konsumen sekaligus Ketua Paguyuban Rusunami Kemanggisan Residence, merasa sangat dirugikan.
“Ini pelanggaran pidana, kenapa uang yang sudah kita bayarkan setelah pailit dimasukkan menjadi aset mereka. Harusnya itu bukan aset mereka lagi karena setiap transaksi jual beli diikuti pelepasan hak,” kata Valentino kepada housing-estate.com, di Jakarta, Selasa (22/4).
Valentino bersama kerabat dan teman-temannya membeli tipe 25 m2 seharga Rp188 juta dan tipe 50 m2 Rp388 juta. Uang yang diterima pengembang dari 200 konsumen yang sudah membayar lunas jumlahnya Rp102 miliar. “Sampai kiamat akan kami perjuangkan terus, karena memang ini unit kami. Barang yang sudah dijual kok dijadikan aset dan dijual lagi ke pihak lain,” katanya.
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Sudaryatmo, mengatakan, untuk kasus-kasus wan prestasi seperti yang menimpa konsumen Kemanggisan Residence sebaiknya diselesaikan melalui jalur kekeluargaan dengan tujuannya mencari win-win solution. Kalau dibawa ke ranah hukum akan repot dan memakan waktu lama. “Kalau perusahaan sudah pailit konsumen pasti dirugikan karena perusahaan sering berlindung di balik UU Kepailitan. Padahal bisa saja pailitnya direkayasa karena mau lari dari tanggung jawab,” jelasnya.
Sudaryatmo menyarankan konsumen properti agar lebih berhati-hati. Pasalnya, sektor ini termasuk yang kasusnya paling banyak diadukan ke YLKI. Tahun 2013 dari 778 pengaduan yang masuk ke YLKI sebanyak 121 pengaduan datang dari konsumen properti. “Itu masuk tiga besar dengan persentase 15,5 persen. Itu artinya masalah yang terjadi di sektor ini cukup sering,” imbuhnya.
Data di IPW menunjukkan hal yang sama. Periode Januari – Februari 2014 IPW menerima 43 kasus pengaduan konsumen properti. Untuk itu IPW berencana merilis daftar hitam pengembang yang melakukan ingkar janji (wan prestasi) kepada konsumen. “Pada banyak kasus konsumen tidak memiliki kekuatan sama sekali berhadapan dengan pengembang, ini tentu tidak bisa dibiarkan,” tandasnya. Yudis