Rumah Rakyat Tanggung Jawab Pemerintah
Pemenuhan kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) merupakan kewajiban pemerintah. Pemerintah tidak bisa cuci tangan dengan melemparkan tanggung jawab ini kepada pengembang swasta. “Mind set-nya salah, pemerintah punya target membangun 121 ribu unit rumah rakyat, tapi target itu dibebankan kepada pengembang. Ini lucu, yang punya target pemerintah, kalau tidak tercapai yang salah pemerintah bukan pengembang,” ujar Direktur Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda, kepada housing-estate.com, di Jakarta, Senin (26/5).
Sebelumnya Menteri Perumahan Rakyat (Menpera) Djan Faridz sempat menyatakan kejengkelannya terkait sikap pengembang yang enggan membangun rumah sederhana atau hunian bersubsidi untuk MBR. Padahal UU No. 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, tegas mengatur penerapan hunian berimbang 1:2:3. Setiap membangun satu rumah mewah harus diikuti dua rumah menengah dan tiga rumah sederhana. Nyatanya banyak pengembang tidak mematuhi aturan ini dengan berbagai alasan.
“Ini sudah diatur undang-undang tapi tidak ditaati. Saya sudah minta Kejaksaan untuk investigasi, langsung ditindak saja pengembang yang tidak taat aturan. Masa maunya bangun rumah mewah doang,” kata Djan Faridz.
Menurut Ali, pengembang swasta seharusnya hanya membantu bukan suplier utama rumah sederhana. Banyaknya pengembang yang berkelit dari kewajibannya disebabkan rambu-rambu yang dibuat pemerintah belum jelas. Ali menuding Kemenpera tidak bisa menjabarkan kebutuhan hunian di tiap-tiap wilayah. Akibatnya, terjadi kekurangan suplai (backlog) sangat besar, sekitar 15 juta unit. Kalau pemerintah punya data mengenai jumlah rumah yang dibutuhkan di setiap daerah tinggal dikoordinasikan dengan pengembang setempat. Kalau itu berjalan kekurangan dapat diatasi. Yudis
