Pusat Belanja: Masih Ditopang Bisnis Makanan

Sektor pusat belanja (ritel) masih mengandalkan bisnis makanan atau food and beverage (F&B) untuk memikat pengunjung, ditambah fashion dan groseri. Kebijakan pemerintah yang mewajibkan pengunjung mal sudah mendapat vaksin booster, memberikan dampak yang signifikan, terlihat dari menurunnya tingkat kunjungan ke mal.
Menurut riset pasar properti Jakarta dan Bali kuartal III-2022 versi Colliers Indonesia yang diterima housingestate.id pekan lalu, tidak ada pasok baru pusat belanja saat ini. Pasok kumulatif pusat belanja di Jakarta masih tercatat 4,89 juta m2 dan di luar Jakarta atau Bodetabek 2,89 juta m2. Pasok di Jakarta akan menjadi 5 juta m2 bila dua pusat belanja baru yang saat ini dikerjakan telah selesai.
Sementara tingkat hunian pusat belanja di kedua kawasan itu saat ini tercatat rata-rata di bawah 70%. “Penambahan pasok baru akan makin memberikan tekanan pada tingkat hunian tersebut,” tulis riset berkala itu.
Tarif sewa stabil dengan Rp566.000/m2 di Jakarta dan Rp384.000/m2 di Bodetabek. Begitu pula biaya pemeliharaan, tidak berubah, masing-masing Rp148 ribuan/m2 dan Rp117 ribuan/m2. Namun, karena kinerja yang lebih baik, mal-mal premium dan kelas menengah atas kemungkinan besar percaya diri menaikkan tarif sewa, atau mulai mengurangi fleksibilitas biaya sewa dan insentif kepada penyewa.
“Property clock sektor ritel saat ini ada di pukul 7 (mulai membaik) berdasarkan volume transaksi,” tulis Colliers. Retailer asing masih melirik Indonesia untuk ekspansi bisnis karena populasinya yang besar. Sementara retailer yang selama ini stand alone, membuka toko di luar mal seperti di ruko karena akses pengunjung jadi lebih fleksibel, mulai melirik untuk buka di mal. “Namun, pemulihan sektor ritel sangat tergantung situasi ekonomi yang akan mempengaruhi daya beli masyarakat,” tulis Colliers. Yoenazh