Pemilu Usai, Bisnis Properti Siap Lari Kencang

Pesta demokrasi lima tahunan baru saja usai dan kita tengah menunggu hasil pemilu 2024 untuk menentukan presiden hingga anggota legislatif untuk periode 2024-2029. Di tengah kematangan kita bernegara setelah melalui beberapa proses pemilu sejak era reformasi, sektor bisnis merupakan salah satu yang terkena dampak langsung.
Menurut Wakil Ketua Umum DPP Real Estat Indonesia (REI) Ikang Fawzi, pemilu merupakan proses demokrasi biasa sementara aktivitas bisnis mutlak berjalan. Khusus sektor bisnis properti, bisnis ini menyangkut kebutuhan dasar dan menjadi salah satu penyumbang terbesar bagi perekonomian nasional.
“Bisni properti itu basic need terlebih kita punya backlog yang besar. Kontribusi sektor ini juga sangat besar, terhadap produk domestik bruto (PDB) mencapai Rp2.300-Rp2.800 triliun tahun 2018-2022 atau 16 persen PDB. Penyerapan tenaga kerja mencapai 13-19 juta dengan multiplier effect terhadap industri lain mencapai 185 sub sektor industri,” ujarnya saat bicara di diskusi Prospek Pasar Properti Pasca Pemilu di Township Alam Sutera, Tangerang Selatan, Banten, Senin (26/2).
Properti juga memberikan kontribusi pada penciptaan nilai output perekonomian nasional mencapai Rp4.740-Rp5.788 triliun tahun 2018-2022 dengan menghasilkan penerimaan pajak mencapai Rp185 triliun atau 9,26 persen dari total penerimaan pajak untuk periode tersebut.
Dengan kontribusinya yang besar itu, bisnis properti dihadapkan pada berbagai tantangan baik kelembagaan, kebijakan, hingga anggaran. Ikang merinci, di sisi kelembagaan sektor ini dihadapkan pada instansi yang bertumpuk baik kementerian maupun instansi yang semuanya memiliki kewenangan maupun kebijakannya masing-masing.
Dari sisi kebijakan ataupun regulasi membuat sektor ini tidak terintegrasi antar instansi. Sejauh ini sektor properti belum berorientasi pada ekosistem perumahan yang memerlukan support dari pemerintah. Terlebih lagi dari sisi anggaran yang porsinya 0,4 persen dari total APBN atau kurang dari 10 persen dari total anggaran Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
“Harus ada ekosistem yang menyeluruh karena bisnis properti itu jangka panjang dan nggak bisa peraturan berubah-ubah ditambah dukungan anggaran yang setengah hati. Selama ini banyak yang salah input yang membuat salah diagnosis, itu yang membuat bisnis properti kita selalu menghadapi kendala,” imbuhnya.
Sementara itu menurut Alvin Andronicus, Chief Marketing Officer (CMO) Elevee Condominium @Alam Sutera, properti merupakan basic need karena mencakup kebutuhan pokok hunian sehingga berbagai situasi yang berdampak pada aktivitas bisnis seperti pandemi maupun pemilu tidak bisa menggoyahkan sektor ini.
“Situasi bisnis memang belum sepenuhnya normal, tapi setelah pandemi sektor ini terus bertumbuh. Ada situasi wait and see tapi dengan target pertumbuhan ekonomi yang mencapai 5,3 persen dampaknya akan sangat besar untuk bisnis properti dan bagi masyarakat harus segera mengambil momentum itu karena properti itu butuh waktu untuk pengembangan dan harga akan mengikuti progres itu. Kami sebagai praktisi sangat siap untuk terus mendorong kinerja bisnis ini lebih kencang lagi,” pungkasnya.