Sabtu, September 6, 2025
HomeBerita PropertiDampak Insentif PPN Lebih ke Penjualan Rumah Tapak, Bukan Apartemen

Dampak Insentif PPN Lebih ke Penjualan Rumah Tapak, Bukan Apartemen

Semua pengamat, konsultan, dan pelaku bisnis properti menyatakan, insentif free PPN akan menjadi penggerak utama permintaan properti tahun ini. Mereka berkaca pada penerapan kebijakan serupa selama pandemi Covid-19 (Maret 2021-September 2022). Tapi, pengaruh terbesarnya lebih terhadap pemasaran rumah tapak, bukan apartemen.

Pendapat itu dikemukakan Steven Milano, Founder perusahaan broker properti GadingPro, dalam media gathering “Kolaborasi untuk Pertumbuhan Kemitraan Marketplace & Agen Properti” yang diadakan Rumah123 (99 Group) di Jakarta beberapa hari lalu. Ia berbicara bersama Faizal Abdullah, Senior Vice President Listing Business 99 Group Indonesia.

“Insentif PPN DTP memang akan mendorong penjualan properti tahun ini, karena nilainya signifikan (mendiskon harga rumah). Tapi, dampak terbesar lebih terhadap penjualan rumah tapak, (penjualan) apartemen nggak ngaruh,” katanya.

Dalam beleid kali ini Pajak Pertambahan Nilai yang Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) berlaku untuk hunian seharga maksimal Rp2 miliar per unit, baik rumah tapak maupun apartemen. Transaksi rumah seharga hingga Rp5 miliar juga bisa memanfaatkan insentif tersebut, tapi PPN DTP-nya tetap maksimal Rp2 miliar. Selisihnya, misalnya Rp3 miliar (Rp5 miliar-Rp2 miliar), tetap dikenakan PPN 11%.

Kebijakan PPN DTP hanya berlaku untuk transaksi hunian baru siap huni yang diserahkan sepanjang 1 November 2023-31 Desember 2024. Selama 1 November 2023-30 Juni 2024, PPN DTP-nya berlaku 100%. Sedangkan 1 Juli-31 Desember 2024 PPN DTP-nya hanya 50% dari 11%.

Baca juga: Insentif PPN Jadi Pendorong Utama Permintaan Rumah

Menurut Steven, orang Indonesia masih lebih memilih rumah tapak sebagai hunian ketimbang apartemen. Antara lain karena ukuran apartemen lebih mungil ketimbang rumah tapak dengan harga yang sama, dan tidak mungkin dikembangkan untuk menambah ruang. Alasan lain, tingginya biaya tinggal (service charge/IPL) di apartemen ketimbang rumah tapak, budaya orang Indonesia yang merasa belum afdol kalau huniannya tidak punya tanah, dan harga apartemen yang lebih tinggi dibanding rumah tapak dalam meter persegi (m2), .

Kalaupun harga apartemen lebih rendah, orang tetap lebih memilih rumah tapak karena mobilitasnya lebih mudah dan ada parkirnya. Di apartemen juga ada parkir mobil, tapi ada rasionya. Misalnya, satu lot parkir untuk setiap 2-4 unit apartemen. “Untuk dibeli orang lebih memilih rumah tapak, sedangkan apartemen kalaupun banyak yang nyari, lebih untuk disewa,” jelas Steven. Pernyataan Steven dikonfirmasi oleh Faizal. Ia menyebutkan, di Rumah123 orang mencari apartemen memang lebih untuk disewa ketimbang dibeli.

PPN DTP lebih berdampak terhadap penjualan rumah tapak, juga karena apartemen over supply. Jadi, potensi pasar yang akan memanfaatkan insentif itu kecil. Sebelumnya konsultan properti Colliers Indonesia menyebut di Jabodetabek terdapat lebih dari 10.600 unit apartemen siap huni yang bisa memanfaatkan insentif PPN DTP.

 

Berita Terkait

Ekonomi

Belasan Investor Kazakhstan Lirik IKN

Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia...

Program Perumahan Salah Satu yang Diharapkan Buka Lapangan Kerja

Pemerintah terus menjalin kolaborasi dengan pelaku usaha untuk membuat...

Menko Airlangga Minta Pengusaha Tahan PHK dan Buka Program Magang Berbayar untuk Sarjana Baru

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto meminta para pengusaha...

Berita Terkini