Senin, Oktober 20, 2025
HomeNasionalPesanan Baru di Sebagian Besar Subsektor Industri Pengolahan Menurun

Pesanan Baru di Sebagian Besar Subsektor Industri Pengolahan Menurun

Industri pengolahan masih berada di zona ekspansi (indeks >50) di tengah ketidakstabilan ekonomi global dan penurunan permintaan produk manufaktur di dalam negeri. Indeks Kepercayaan Industri (IKI) Juli 2024 tercatat 52,4 poin atau masih lebih besar dari 50.

Namun, IKI Juli 2024 itu melambat 0,1 poin dibanding IKI Juni 2024 yang tercatat 52,5. IKI Juni 2024 ini stagnan dibanding Mei.

Menurut Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Febri Hendri Antoni Arif melalui keterangan tertulis, Rabu (31/7/2024), perlambatan nilai IKI itu dipengaruhi oleh menurunnya nilai variabel pesanan baru, dan masih terkontraksinya variabel produksi.

Nilai IKI variabel pesanan baru menurun 1,86 poin menjadi 52,92. Sedangkan variabel produksi meningkat 2,45 poin menjadi 49,44 namun masih di zona kontraksi (indeks <50). Begitu pula variabel persediaan produk, meningkat 0,48 poin menjadi 55,53.

“Kondisi ini menunjukkan, saat ini pesanan/penjualan di industri pengolahan masih dipenuhi oleh persediaan produk. Selain itu di beberapa industri pesanan barunya terkontraksi, produksi dilakukan lebih untuk menambah ketersediaan produk,” kata Febri.

Ia menyebutkan, penurunan pesanan terjadi hampir di seluruh subsektor industri. Dari 23 subsektor, 15 subsektor industri mengalami penurunan pesanan baru. Penyebabnya, kondisi ekonomi global yang belum stabil dan penurunan daya beli masyarakat. Mayoritas industri masih sangat mengandalkan pasar domestik.

Febri mengutip data Kementerian Tenaga Kerja yang mengungkapkan, terjadinya penurunan tenaga kerja sektor industri dan peningkatan pekerja informal.

Dilihat dari proporsi pengeluaran terhadap pendapatan, terjadi peningkatan konsumsi dan penurunan tabungan, sehingga dapat disimpulkan masyarakat saat ini menggunakan tabungannya untuk konsumsi.

Kondisi itu berdampak pada pola pembelian barang yang berorientasi harga, dan penurunan keberanian untuk mendapatkan kredit. Akibatnya produsen mengurangi produksi. “Ini menjelaskan kenapa nilai IKI variabel produksi masih terkontraksi,” ujar Febri.

Faktor lain yang menahan ekspansi IKI adalah pelemahan nilai tukar, dan pemberlakuan kebijakan relaksasi impor pasca dibukanya 26.000 kontainer impor yang tertahan di pelabuhan oleh Menko Perekonomian dan Menteri Keuangan.

“Kondisi ini menunjukkan pentingnya peran kebijakan yang sinergis dalam mwndorong pengembangan industri pengolahan di dalam negeri,” tegas Febri.

Lebih lanjut ia menjelaskan, ada 20 subsektor yang berekspansi dengan kontribusi terhadap PDB industri pengolahan non migas triwulan I 2024 sebesar 93,6 persen.

Ekspansi tertinggi terjadi pada industri peralatan listrik, diikuti industri pakaian jadi, dan industri percetakan dan reproduksi media.

Sedangkan subsektor industri yang mengalami kontraksi, adalah industri kertas dan barang dari kertas, industri mesin dan perlengkapan YTDL, dan industri tekstil.

“Kontraksi IKI pada industri mesin dan perlengkapan YTDL, selaras dengan penurunan impor barang modal Juni 2024. Pengusaha menahan investasi di tengah ketidakpastian pasar ekspor dan dalam negeri,” ungkap Febri.

Ia juga menyatakan, nilai IKI produk tekstil belum berubah dan justru cenderung turun. Upaya pengamanan barang beredar terkait produk tekstil belum berdampak. Juga karena satgas barang impor ilegal baru mulai bekerja akhir Juli.

“Saat ini masih banyak produk ilegal tekstil impor yang beredar, sehingga kebijakan perbaikan sistem, pengendalian impor tekstil, dan pemindahan pelabuhan impor perlu segera dilakukan,” kata Febri.

Baca juga: Manufacturing Index BI Menunjukkan, Kinerja Industri Pengolahan Memang Merosot

Sebelumnya Menperin mengusulkan, yang disepakati Menteri Perdagangan, pemindahan pelabuhan masuk impor untuk tujuh komoditas yang terkena larangan terbatas (lartas), ke beberapa pelabuhan di luar Jawa seperti Bitung dan Sorong.

Yaitu, tekstil dan produk tekstil (TPT), pakaian jadi dan aksesoris pakaian jadi, keramik, elektronik, alas kaki, kosmetik, dan barang tekstil sudah jadi.

Pemindahan pelabuhan masuk barang impor tersebut terutama diprioritaskan untuk barang jadi pada tujuh komoditas itu, bukan barang atau bahan baku dan bahan penolong.

Di industri kertas, kontraksi terjadi karena pola seasonal pada industri ini. Tahun ajaran baru 2024/2025 meningkatkan permintaan kertas untuk kepentingan pendidikan. Produksi industri kertas pun meningkat sebelum Juli, kemudian menurun pada Juli.

Kontraksi juga disebabkan oleh penurunan daya saing industri kertas dalam negeri, akibat banyaknya masuk barang impor dari RRT pasca implementasi Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP).

“Pelemahan nilai tukar rupiah juga berpengaruh terhadap biaya produksi, karena kenaikan harga bahan baku dan harga energi. Pengadaan barang dan jasa pemerintah yang mensyaratkan TKDN dan SVLK juga belum diterapkan, sehingga menambah tekanan pada industri ini,” tutup Febri.

Berita Terkait

Ekonomi

Program Magang Berbayar Dibuka Lagi November, Kali Ini Untuk 80 Ribu Sarjana/Diploma

Pemerintah melalui Menko Perekonomian Airlangga Hartarto sudah meresmikan peluncuran...

Senin Besok Penyaluran BLT Rp900.000/KK untuk 35 Juta KK Dimulai

Untuk mendongkrak daya beli masyarakat sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi,...

Menko Airlangga: Bisa Jaga Pertumbuhan 5 Persen Per Tahun, Indonesia Jadi Negara Bright Spot

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut satu tahun...

Berita Terkini