Sabtu, September 6, 2025
HomeMoneterKetidakpastian Pasar Keuangan Global Meningkat Lagi, Ini Respon BI

Ketidakpastian Pasar Keuangan Global Meningkat Lagi, Ini Respon BI

Ketidakpastian pasar keuangan global mereda sejak beberapa bulan lalu, didukung pelonggaran kebijakan moneter negara-negara utama sebagai respons terhadap tekanan inflasi yang melambat.

Inflasi Amerika Serikat (AS) misalnya, diprakirakan makin mendekati sasaran 2 persen secara tahunan (yoy), di tengah masih lambatnya pertumbuhan ekonomi dan tingginya angka pengangguran.

Hasil rapat berkala Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang dirilis Jum’at (18/10/2024), menyatakan, perkembangan itu mendorong The Fed memangkas Fed Funds Rate (FFR) 50 bps ke level 4,75-5,00 persen pada September 2024, dengan sinyal pelonggaran lanjutan hingga akhir 2024.

Sejalan dengan itu, imbal hasil (yield) surat utang pemerintah AS, US Treasury Note, tenor 2 tahun menurun signifikan dan lebih rendah dari yield US Treasury tenor 10 tahun, dan indeks mata uang AS (DXY) melemah.

Di kawasan Eropa, European Central Bank (ECB) kembali menurunkan suku bunga acuan pada September 2024 serelah pemangkasan Juni 2024.

Di Asia, inflasi yang rendah dan permintaan domestik yang masih lemah, mendorong People’s Bank of China (PBoC) menurunkan suku bunga acuan untuk menggairahkan ekonomi.

“Berbagai perkembangan itu meredakan ketidakpastian pasar keuangan global, dan meningkatkan aliran masuk modal asing ke negara berkembang termasuk Indonesia (sehingga rupiah menguat signifikan pekan keempat September 2024),” tulis KSSK.

Namun, memasuki Oktober 2024 risiko ketidakpastian pasar keuangan global kembali meningkat, sejalan dengan eskalasi geopolitik di Timur Tengah, sehingga diperlukan respons kebijakan guna memitigasi dampak rambatannya.

Salah satunya dengan mempertahankan bunga acuan BI Rate pada Oktober 2024, setelah dipangkas 25 bps menjadi 6 persen pada medio September 2024.

Keputusan BI itu konsisten dengan arah kebijakan moneter, guna memastikan tetap terkendalinya inflasi dalam sasaran 2,5±1 persen pada 2024 dan 2025, serta mendukung pertumbuhan ekonomi.

“Fokus kebijakan moneter jangka pendek pada stabilitas nilai tukar rupiah, karena meningkatnya kembali ketidakpastian pasar keuangan global,” tulis hasil rapat KSSK.

Namun, ke depan BI terus mencermati ruang penurunan suku bunga kebijakan (BI Rate) untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, dengan tetap memperhatikan prospek inflasi dan nilai tukar rupiah.

Baca juga: Selama Oktober 2024 Rupiah Melemah 2,82 Persen

Rupiah sendiri kembali melemah melampaui Rp15.500 per dolar AS (USD) selama dua minggu pertama Oktober 2024, setelah sempat mendekati Rp15.000 terhadap USD pada pekan terakhir September 2024.

“BI terus memperkuat strategi operasi moneter pro-market untuk menarik berlanjutnya aliran masuk modal asing, guna memperkuat stabilisasi nilai tukar rupiah dan efektivitas transmisi kebijakan moneter,” tulis KSSK. Caranya dengan:

a) menjaga struktur suku bunga di pasar uang rupiah sebagai daya tarik imbal hasil bagi aliran masuk modal portofolio asing ke aset keuangan domestik.

b) Mengoptimalkan instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI), dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI).

c) Memperkuat strategi transaksi term-repo dan swap valas yang kompetitif.

d) Memperkuat peran Primary Dealer (PD) untuk makin meningkatkan transaksi SRBI di pasar sekunder dan transaksi repurchase agreement (repo) antarpelaku pasar.

Berita Terkait

Ekonomi

Berita Terkini