BI Pertahankan BI Rate Supaya Rupiah Tidak Makin Lemah

Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia di Jakarta, 19-20 November 2024, memutuskan mempertahankan bunga acuan BI-Rate 6,00 persen, suku bunga deposit facility 5,25 persen, dan suku bunga lending facility 6,75 persen.
“Keputusan itu konsisten dengan arah kebijakan moneter untuk memastikan tetap terkendalinya inflasi dalam sasaran 2,5±1 persen pada 2024 dan 2025, serta mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo saat menyampaikan hasil RDG BI itu, Rabu (20/11/2024).
Perry menyatakan, risiko perekonomian global makin tinggi. Bukan hanya karena meningkatnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah, Rusia-Ukraina, dan China-Taiwan, tapi juga karena fragmentasi perdagangan.
Terpilihnya Donald Trump sebagai presiden AS, diprakirakan akan diikuti dengan kebijakan fiskal yang lebih ekspansif dan strategi ekonomi berorientasi domestik (inward looking policy), termasuk penerapan tarif perdagangan yang tinggi dan kebijakan imigrasi yang ketat.
Semua itu akan membuat dolar AS menguat, dan sebaliknya mata uang negara-negara dunia melemah termasuk rupiah. Pelemahan rupiah yang makin dalam akan berdampak negatif terhadap perekonomian Indonesia.
Nilai tukar rupiah saat ini berada di kisaran Rp15.800 per dolar AS, setelah sempat menguat ke level mendekati Rp15.000 pada pekan ketiga September.
BI mencatat, nilai tukar rupiah pada November 2024 (hingga 19 November 2024) melemah 0,84 persen (ptp) dari bulan sebelumnya. Sedangkan dibanding akhir Desember 2023, kurs rupiah melorot 2,74 persen.
Baca juga: Rupiah Terus Melemah, Penyaluran Kredit Bisa Makin Payah
Pelemahan nilai tukar rupiah itu diakibatkan oleh menguatnya dolar AS secara luas, serta berbaliknya preferensi investor global dengan mengalihkan portofolio investasinya kembali ke AS pasca hasil pemilu yang memenangkan Donald Trump.
Perry menyatakan, fokus kebijakan moneter diarahkan untuk memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah, dari dampak makin tingginya ketidakpastian geopolitik dan perekonomian global dengan perkembangan politik di AS.
Ke depan, BI akan terus memperhatikan pergerakan nilai tukar rupiah dan prospek inflasi, serta perkembangan data dan dinamika kondisi global, guna mencermati ruang penurunan BI Rate lanjutan. BI menurunkan BI Rate pada pekan ketiga September dari 6,25 persen menjadi 6 persen.
Sementara kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran, terus diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Kebijakan makroprudensial longgar terus ditempuh untuk mendorong kredit/pembiayaan perbankan kepada sektor-sektor prioritas pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja, dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian.