Industri Pengolahan Belum Pede Tingkatkan Produksi

Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur Indonesia versi S&P Global menyatakan, selama 5 bulan berturut-turut (Juli-November 2024) industri pengolahan atau manufaktur Indonesia berada di zona kontraksi (indeks <50) alias melemah.
Baru pada Desember 2024 PMI Manufaktur Indonesia menguat lagi alias kembali ke zona ekspansi (indeks >50) dengan indeks 51,2. Meningkat dibanding PMI November 2024 yang tercatat 49,6.
Hal itu berbeda dengan Bank Indonesia (BI) yang menyebut, selama 2024 industri pengolahan Indonesia berada di zona ekspansi. Tercermin dari Prompt Manufacturing Index (PMI) BI triwulan I-IV yang tetap ekspansif. Manufaktur adalah penyumbang pertumbuhan ekonomi terbesar.
Menurut keterangan resmi BI yang dirilis akhir pekan lalu, pada triwulan IV 2024 PMI-BI tercatat 51,58 persen. Meningkat sangat tipis dibanding triwulan III yang tercatat 51,54 persen, namun menurun dibanding triwulan II dan triwulan I.
Mayoritas komponen pembentuknya berada pada fase ekspansi. Yaitu, Volume Persediaan Barang Jadi, Volume Total Pesanan, Volume Produksi, dan Penerimaan Barang Pesanan Input. Yang terkontraksi hanya komponen Jumlah Tenaga Kerja.
“Sebagian besar sub lapangan usaha berada pada fase ekspansi dan menopang kinerja PMI-BI, dengan indeks tertinggi pada industri furnitur, diikuti industri mesin dan perlengkapan, serta industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki,” tulis keterangan BI.
Perkembangan tersebut sejalan dengan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) BI yang mengindikasikan, kinerja industri pengolahan tetap tumbuh dengan nilai Saldo Bersih Tertimbang (SBT) 0,93 persen.
Pada triwulan I 2025, kinerja industri pengolahan diperkirakan meningkat dan berada pada fase ekspansi dengan PMI-BI 51,97 persen, namun tetap masih di bawah PMI-BI triwulan I 2024.
Mayoritas komponen diprakirakan berada pada fase ekspansi, dengan indeks tertinggi pada komponen Volume Persediaan Barang Jadi, Volume Total Pesanan, Volume Produksi, dan Permintaan Barang Pesanan Input.
Baca juga: Setelah Terkontraksi 5 Bulan, Manufaktur Indonesia Kembali ke Zona Ekspansi
Mayoritas sektor usaha diprakirakan berada pada fase ekspansi, dengan indeks tertinggi pada industri mesin dan perlengkapan, diikuti industri kertas dan barang dari kertas, percetakan dan reproduksi media rekaman serta industri furnitur.
Kendati tetap berada pada fase ekspansi, secara keseluruhan selama 2024 manufaktur Indonesia belum bergairah. Tercermin dari PMI-BI yang terus menurun selama triwulan II-IV dibanding triwulan I dan berlanjut pada triwulan I-2025.
Pada triwulan I 2024 PMI-BI tercatat 52,80. Pada tiga triwulan berikutnya indeksnya terus menurun menjadi 51,97 (triwulan II), 51,54 (triwulan III), dan 51,58 (triwulan IV).
Belum bergairahnya industri pengolahan Indonesia itu tercermin dari indeks mayoritas komponen pembentuk PMI-BI. Volume produksi misalnya, merosot dari 54,03 pada triwulan I 2024 menjadi 52,58 pada triwulan IV, dan diperkirakan masih akan turun menjadi 52,51 pada triwulan pertama 2025.
Artinya industri belum pede meningkatkan produksi, karena tidak yakin akan diserap pasar. Yang meningkat hanya komponen penerimaan barang pesanan input, dari 48,91 pada triwulan I menjadi 50,91 pada triwulan IV, dan diperkirakan turun menjadi 50,23 pada triwulan I tahun ini.
Untuk memenuhi pesanan, pelaku industri pengolahan tidak menambah produksi, tapi mengandalkan persediaan barang jadi. Karena itu PMI komponen ini menurun dari 54,87 pada triwulan I menjadi 54,18 pada triwulan IV dan diperkirkan makin turun menjadi 53,88 pada triwulan I tahun ini.
Apalagi, volume pesanan juga tidak meningkat, tapi menurun dari 54,45 (triwulan I 2024) menjadi 52,89 (triwulan IV) dan diperkirakan meningkat menjadi 53,12 pada triwulan I tahun ini namun tetap lebih rendah dibanding triwulan I 2024.