Sabtu, September 6, 2025
HomeBerita Properti100 Hari Kerja Kementerian PKP, Pengembang Bilang Belum Kemana-Mana

100 Hari Kerja Kementerian PKP, Pengembang Bilang Belum Kemana-Mana

Selama 100 hari lebih bekerja sejak dilantik, para pengembang properti menilai Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait belum ke mana-mana alias masih jalan di tempat.

Penilaian itu terungkap dari diskusi “Menyelisik Kinerja 100 Hari Kementerian PKP” yang diadakan Forum Wartawan Perumahan Rakyat (Forwapera) di Jakarta, Kamis (27/2/2025).

Diskusi menghadirkan Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Fahri Hamzah, anggota Satgas Perumahan Bonny Z Minang, Ketua Umum Realestat Indonesia (REI) Joko Suranto, Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah, Ketua Umum Aliansi Pengembang Perumahan Nasional Jaya (Apernas Jaya) Andre Bangsawan (Andriliwan Mohamad), Ketua Umum Asosiasi Pengembang dan Pemasar Rumah Nasional (Asprumnas) M Syawali, dan Ketua Masyarakat Konstitusi Indonesia (MKI) yang juga Sekjen Pengurus Pusat Ikatan Alumni Universitas Sumatera Utara (PP IKA USU) Muhammad Joni.

Baca juga: Menteri PKP: Pengembang Perumahan Subsidi Harus Siap Diaudit BPK

Joko Suranto menilai sejauh ini belum banyak kebijakan Kementerian PKP yang friendly kepada pengembang. Padahal, selama puluhan tahun para pengembang sudah membangun jutaan rumah rakyat yang berdampak besar terhadap perekonomian dan kesejahteraan masyarakat.

Ia mengakui ada SKB tiga menteri yang mengatur percepatan perizinan pembangunan rumah (PBG) dan keringanan retribusinya, serta penghapusan BPHTB. Tapi, Joko meminta Kementerian PKP mensurvei betul di lapangan, apa iya kebijakan itu benar-benar berjalan dengan semestinya.

Joko menyesalkan pernyataan tentang pengembang rumah subsidi bermasalah oleh Kementerian PKP, karena terkesan menggenalisir sehingga menimbulkan rasa was-was dan ketidakpastian di kalangan pengembang.

“Kalau ada nol koma sekian pengembang rumah subsidi yang bermasalah, jangan digeneralisir,” ujarnya. Ia berharap Kementerian PKP fokus saja bagaimana program 3 juta rumah berjalan, juga penyaluran KPR FLPP yang selama ini sudah berjalan baik.

Kalau ada pengembang rumah subsidi yang bermasalah, ada mekanisme monev (monitoring dan evaluasi) untuk mengoreksinya. “Kami sudah sampaikan ini kepada Menteri PKP. Kami juga kirim surat ke Komisi V DPR dan curhat ke Satgas Perumahan,” ungkap Joko.

Baca juga: Menteri PKP Gandeng Badan Perlindungan Konsumen Tangani Pengaduan Perumahan Bersubsidi

Menurut Joko, Kementerian PKP diharapkan memberikan arahan dan perlindungan bagaimana seharusnya pengembangan perumahan yang tepat, bukan membuat statement-statement yang memicu kekhawatiran dan ketidakpastian.

Junaidi sependapat dengan Joko. Menurutnya 100 hari lebih kerja Kementerian PKP, pengembang merasa tidak hepi. Harusnya kalau ada yang bermasalah, ekosistem perumahannya diperbaiki dan diperkuat, bukan dengan membuat kegaduhan yang tidak perlu.

Sebelumnya Menteri PKP menyatakan sebagian pengembang tidak mengembangkan rumah subsidi dan lingkungannya sesuai standar. Untuk itu ia meminta BPK mengaudit pengembangan rumah subsidi, mengajak advokat membela masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang menjadi konsumen rumah subsidi agar bisa mendapatkan haknya sesuai aturan, menggandeng Badan Perlindungan Konsumen untuk melindungi MBR dari pengembang nakal, dan akan membuka posko pengaduan rumah rakyat.

“Program 3 juta rumah kita dukung, tapi ini nggak jelas mau kemana. Ini (pernyataan-pernyataan menteri) maksudnya apa dan mau kemana?” tanya Junaidi.

Ia pun memuji Satgas Perumahan yang mau mengajak pengembang berdiskusi untuk belanja masalah sebelum menyusun buku putih program 3 juta rumah. “Buku putih itu bagus sekali, tapi kenapa jauh banget rekomendasi (buku putih) dengan apa yang sekarang berjalan?” tanya dia.

Menurut Joko, Kementerian PKP masih berkutat dengan hal-hal yang elementer, belum bergerak ke mana-mana. “Kenapa sih? Gimana sih? Kita ini sudah berbisnis lama, bukan pebisnis hit and run, nggak usaha ajari ikan berenang,” tandasnya.

Seharusnya, timpal Joni, ada kepastian dan arah kebijakan, dan jangan membuat pernyataan serta kebijakan yang menimbulkan ketidakpastian dan membuat semua mandek. “Harus cepat juga dalam bertindak dan membuat regulasi,” katanya.

Terkait keberadaan Satgas Perumahan, pengembang sepakat masih diperlukan. Alasannya, ada satgas saja soal perumahan masih quo vadis (mau kemana?), apalagi kalau tidak ada satgas.

Baca juga: Perumahan Subsidi Banjir, Menteri PKP Minta Pengembang Bertanggung Jawab

Andre sependapat dengan Junaidi. Selama 100 hari kerja Kementerian PKP, 5 asosiasi pengembang menyatakan tidak hepi. Pengembang Apernas Jaya merugi karena penjualan anjlok dan penyaluran KPR FLPP mandek. Antara lain karena isu rumah gratis yang membuat animo MBR membeli rumah subsidi merosot.

“Menteri PKP jangan mengeluarkan statement-statement yang mengganggu ekosistem perumahan,” harap Andre. Dengan kondisi seperti saat ini dia pesimis target penyaluran 220 ribu KPR FLPP tahun ini bisa tercapai.

Pendapat Andre diamini Syawali yang menyatakan, kebijakan Kementerian PKP harus jelas, serta memberikan perlindungan dan pembinaan kepada pengembang.

“Kerja sama perlu. Kalau ada persoalan, ajak kita berdiskusi, nggak tiba-tiba keluarkan statement. Jangan segelintiran yang bermasalah, semua jadi kena getahnya,” katanya. Syawali juga menyarankan road map pembangunan rumah rakyat yang sedang disusun Kementerian PKP didiskusikan dengan Satgas Perumahan.

Joko Suranto menyebutkan, 16 Agustus 2025 Presiden Prabowo Subianto akan menyampaikan pidato di DPR. Ia mengajak semua pihak mendengarkan apa yang akan disampaikan Presiden nanti, terkait capaian program 3 juta rumah yang merupakan salah satu program Asta Cita itu.

Sementara itu Wamen PKP Fahri Hamzah mempersilahkan berbagai pihak mengkritisi kinerja dan kebijakan Kementerian PKP setajam-tajamnya.

“Tugas pemerintah itu bikin kebijakan. Silahkan dikritisi mana yang masih kurang, silahkan disikat mana yang belum jelas,” tegas politisi Partai Gelora yang dalam diskusi lebih banyak bicara tentang ideologi Presiden Prabowo dalam memerintah yang disebutnya dipengaruhi ayahnya yang sosialis Prof Sumitro Djojohadikusumo.

Berita Terkait

Ekonomi

Berita Terkini