Kinerja Manufaktur Indonesia Terus Menurun

Indeks Kepercayaan Industri (IKI) Indonesia pada Juni 2025 masih berada di fase ekspansi dengan indeks 51,84 (indeks >50). Lebih rendah dibanding Mei 2025 (52,11) dan Juni 2024 (52,50).
Juru Bicara Kementerian Perindustrian (kemenperin) Febri Hendri Antoni Arif menyatakan, pelemahan IKI dipicu penurunan variabel produksi ke level kontraksi 46,64 (indeks <50), kendati variabel pesanan naik signifikan ke level 54,21.
Hal itu mencerminkan kehati-hatian pelaku industri merespons kenaikan permintaan melalui produk yang telah diproduksi sebelumnya, menimbang ketidakpastian yang meningkat.
“Meski IKI Juni 2025 melambat, 18 dari 23 subsektor masih berada di zona ekspansi, dengan kontribusi 18 subsektor itu terhadap PDB industri nonmigas triwulan satu 2025 mencapai 92,2 persen. Itulah kenapa manufaktur Indonesia Juni 2025 masih ekspansif,” kata Febri melalui keterangan resmi, Selasa (1/7/2025).
Tiga subsektor dengan kinerja terbaik sepanjang Juni 2025 adalah Industri Alat Angkutan Lainnya (KBLI 30), Industri Pengolahan Tembakau (KBLI 12), dan Industri Bahan Kimia serta Barang dari Bahan Kimia (KBLI 20).
“Meskipun industri pengolahan tembakau dalam fase ekspansi dan masuk tiga subsektor dengan nilai IKI terbesar, variabel produksinya mengalami kontraksi,” jelas Febri.
Beberapa faktor yang mempengaruhinya dalah penerapan cukai yang cukup tinggi sehingga mendorong maraknya rokok ilegal, adanya aturan terkait penyeragaman kemasan rokok (plain packaging) yang membuat beberapa produsen memilih wait and see, serta kekhawatiran konflik di Timur Tengah yang mengganggu logistik.
Sementara lima subsektor mengalami kontraksi, akibat melemahnya permintaan dalam dan luar negeri. Yaitu, Industri Kulit, Barang dari Kulit dan Alas Kaki (KBLI 15), Industri Komputer, Barang Elektronik dan Optik (KBLI 26), Industri Peralatan Listrik (KBLI 27), Industri Mesin dan Perlengkapan YTDL (KBLI 28), dan Reparasi dan Pemasangan Mesin dan Peralatan (KBLI 33).
Kontraksi subsektor alas kaki antara lain akibat merosotnya permintaan ekspor, dari USD809,14 juta (Maret) menjadi USD634,88 juta (April), turun 21,54 persen. Pelemahan ekspor terjadi hampir merata, termasuk ke Amerika Serikat yang menurun hingga 21,51 persen.
“Walaupun begitu, subsektor ini tetap mencatat lonjakan investasi dari Rp2,29 triliun menjadi Rp7,03 triliun pada triwulan satu 2025 dengan utilisasi produksi masih tinggi,” papar Febri.
Baca juga: Pesanan Baru Mei 2025 Meningkat Lagi, Kepercayaan Industri Kembali Naik
IKI sektor industri berorientasi ekspor tercatat sebesar 52,19 (turun 0,14 poin dari Mei), dan sektor domestik 51,32 (turun 0,50 poin), dipengaruhi oleh ketidakpastian global seperti kebijakan tarif AS yang mengganggu rantai pasok, serta kenaikan harga energi dunia terutama harga gas akibat peningkatan eskalasi konflik di Timur Tengah.
Meskipun IKI terus menurun, keyakinan pelaku industri terhadap prospek usaha dalam enam bulan ke depan masih cukup terjaga.
Ditunjukkan oleh tingkat optimisme yang mencapai 65,8 persen dan yang pesimis hanya 9,0 persen. Namun, optimisme pelaku usaha itu terus menurun sejak November 2024 yang tercatat 73,4 persen. Terutama karena eskalasi konflik di Timur Tengah, yang membuat pelaku industri khawatir terhadap lonjakan harga energi dan biaya logistik.
Secara keseluruhan, mayoritas pelaku industri mencatat perbaikan atau stabilitas usaha pada Juni 2025. Sebanyak 32,1 persen menyatakan kondisi usahanya membaik (naik dari 28,9 persen bulan sebelumnya), 45,1 persen menyatakan stabil, dan 22,8 persen menyatakan penurunan kondisi usaha dibanding 25,7 persen pada Mei.