Jumat, September 5, 2025
HomeNewsEkonomiKSSK: Modal Kabur dari AS, Nilai Tukar Rupiah Cenderung Menguat

KSSK: Modal Kabur dari AS, Nilai Tukar Rupiah Cenderung Menguat

Hasil Rapat Berkala Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) III Tahun 2025 di Jakarta, Senin (28/7/2025), mengungkapkan, ketidakpastian perekonomian global pada triwulan II 2025 tetap tinggi akibat kebijakan tarif
resiprokal AS dan ketegangan geopolitik di Timur Tengah.

Rapat dipimpin Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebagai Ketua KSSK merangkap anggota, diikuti anggota KSSK Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar, dan Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa.

Menurut Sri Mulyani yang menyampaikan hasil rpat KSSK itu, pada April 2025, pengumuman tarif resiprokal (perdagangan timbal balik) Amerika Serikat (AS) dan retaliasi (tarif pembalasan) Tiongkok memicu ketidakpastian ekonomi global.

Ketegangan geopolitik di Timur Tengah pada Juni 2025, makin meningkatkan ketidakpastian yang berdampak pada melambatnya pertumbuhan ekonomi global termasuk AS, Eropa, dan Jepang.

Sementara ekonomi Tiongkok pada triwulan II 2025 hanya tumbuh 5,2 persen (yoy), lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya sebesar 5,4 persen (yoy) akibat turunnya ekspor ke AS. Sedangkan ekonomi India, diprakirakan tetap tumbuh baik seiring masih kuatnya investasi.

Negara berkembang lainnya juga mengalami perlambatan ekonomi, akibat penurunan ekspor ke AS dan pelemahan perdagangan global.

Di pihak lain pergeseran aliran modal dari AS ke aset yang dianggap aman, terutama ke aset keuangan di Eropa, Jepang, dan komoditas emas terus terjadi, diikuti pergeseran aliran modal asing dari AS ke emerging markets (EM) termasuk Indonesia, mendorong berlanjutnya pelemahan dolar AS terhadap mata uang global.

Berdasarkan semua perkembangan tersebut, World Bank pada laporan Juni 2025 memprakirakan, ekonomi global hanya akan tumbuh 2,9 persen (PPP weights) tahun ini, turun dari proyeksi sebelumnya sebesar 3,2 persen.

Serupa dengan itu, OECD pada laporan Juni 2025 juga merevisi ke bawah prakiraan pertumbuhan ekonomi global 2025 dari 3,1 persen menjadi 2,9 persen.

Perkembangan global itu, terutama pergeseran aliran modal asing dari AS, membuat nilai tukar rupiah tetap stabil dengan kecenderungan menguat, yang juga didukung kebijakan stabilisasi oleh Bank Indonesia.

Baca juga: Nilai Tukar Rupiah Kembali Stabil Pasca Penurunan BI Rate

Pada awal triwulan II 2025, nilai tukar rupiah di pasar off-shore (Non-Deliverable Forward/NDF) sempat mengalami tekanan tinggi, akibat ketidakpastian ekonomi global sejalan dengan kebijakan tarif resiprokal AS saat itu.

Sebagai respons, BI melakukan intervensi di pasar valas, termasuk intervensi di pasar off-shore NDF secara berkesinambungan, yang mendorong pergerakan rupiah kembali terkendali.

Pada Mei dan Juni 2025, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menunjukkan tren penguatan, didukung oleh konsistensi kebijakan stabilisasi BI di tengah masih tingginya ketidakpastian global.

“Nilai tukar rupiah pada 30 Juni 2025 tercatat sebesar Rp16.235 per dolar AS, menguat tajam dibanding April 2025 yang tercatat di level Rp16.865,” kata Sri Mulyani.

Tren penguatan rupiah itu juga didukung oleh aliran masuk modal asing ke Surat Berharga Negara (SBN) pada triwulan II 2025 yang mencatat net inflows (masuk bersih) sebesar USD1,6 miliar.

Konversi valas ke rupiah oleh eksportir pascapenerapan penguatan kebijakan pemerintah terkait devisa hasil ekspor sumebr daya alam (DHE SDA), juga mendukung apresiasi nilai tukar rupiah. Nilai tukar rupiah hingga 25 Juli 2025 relatif stabil di level Rp16.315 per dolar AS.

“Ke depan, nilai tukar rupiah diprakirakan tetap stabil didukung komitmen BI melakukan stabilisasi, imbal hasil surat utang (pemerintah dan BI) yang menarik, inflasi yang rendah, dan prospek pertumbuhan ekonomi yang tetap baik. Apalagi, cadangan devisa tetap tinggi pada akhir Juni 2025 sebesar USD152,6 miliar,” ungkap Sri Mulyani.

Baca juga: Nilai Tukar Rupiah Terus Menguat, Terkuat dalam 5 Bulan Terakhir

Kendati aliran masuk modal asing meningkat, pasar SBN menunjukkan perbaikan kinerja pada triwulan II 2025. Imbal hasil atau yield SUN (Surat Utang Negara) tenor 10 tahun menguat, dengan turun 41 bps ytd ke level 6,62 persen di akhir triwulan II 2025.

Investor asing juga mencatatkan net buy (beli bersih) sebesar Rp42,04 triliun (ytd), dengan porsi kepemilikan SBN mencapai 14,56 persen per 30 Juni 2025.

Pergerakan yield dan kepemilikan investor asing pada SUN selama triwulan II 2025 dipengaruhi antara lain, oleh perkembangan tarif impor AS, eskalasi konflik Israel-Iran, inflasi AS yang masih relatif tinggi, arus masuk modal asing, dan pemangkasan BI-Rate sebesar 25 bps di Mei 2025.

Per 25 Juli 2025, yield SUN itu terus turun hingga 51 bps ytd, mencapai level 6,51 persen, seiring penurunan BI-Rate lebih lanjut ke level 5,25 persen pada Juli 2025. Investor asing mencatatkan net buy Rp58,29 triliun (ytd) hingga 25 Juli 2025, meningkatkan porsi kepemilikan asing menjadi 14,64 persen.

Berita Terkait

Ekonomi

Berita Terkini