Opini: AADW, Dance with The Whoosh
Oleh Muhammad Joni
Advokat, Ketua Masyarakat Konstitusi Indonesia (MAKI)
‘Fihi ma fihi’. Dipinjam dari advis sufi Al-Rumi yang relevan dengan opini Dr. Chazali Husni Situmorang. Yang membuka tabir. Yang mengisyaratkan getir. Seakan hendak menganjurkan advis apa adanya.
Tuan guru Al-Chazali Situmorang mengucapkan ini: Ada Apa dengan (Uang) Woosh (AADW)?
Nun, zaman nan jauh sebelum AADW, “Fihi ma fihi” (فیه ما فیه) secara harfiah berarti: “Di dalamnya ada apa yang ada di dalamnya” atau “Inilah apa yang sesungguhnya”.
Ternyata oh ternyata, di rel kereta cepat ada lubang dalam yang belum tumpat.
Ketika tiba masa, terkuak dari Luhut Binsar Pandjaitan, sang panglima proyek strategis yang bicara tentang restrukturisasi utang raksasa KCIC Whoosh. Maka tetiba datang usulan kepres penyelamat utang Whoosh. Aroma politik dan ekonomi langsung menegang tinggi. Fihi ma fihi prospek relasi Cina-Indonesia.
Bukan sekadar rel baja tapi rel kuasa dan rel kebijakan tentang kedaulatan dari utang yang kini berpotongan di bawah sorotan tajam mata rakyat yang tersisih tiket ekstra mahal KCIC Whoosh.
Dr. Chazali Situmorang menulis advis kebijakan publik yang padat dan lugas berikut ini: “Prabowo jangan gegabah”. Itu bukan sekadar nasihat, namun itu peringatan keras dari nurani publik: “Jangan ulangi jebakan betman kedua.
Sebab, yang pertama sudah mengguncang: proyek yang konon kebanggaan yang berlari cepat iki, tapi menanggung utang yang lebih melaju cepat lagi.
Tak Transparan
Utang Whoosh bukan sekadar angka di laporan. Namun ibarat predator fiskal yang menari bersama Whoosh, “dance with the whoosh” di antara lakonan kementerian, BUMN, dan Cina Tiongkok. Jika menggerus fiskal keuangan negara pun perekonomian negara, sungguh ini utang yang tak keren.
Terkuak, fihi ma fihi, biayanya melonjak dari Rp86 triliun menjadi lebih dari Rp113 triliun, sementara “abc-xyz” justifikasi ekonomi KCIC tak pernah benar-benar dijelaskan terbuka kepada nalar publik.
Kalaulah Presiden Prabowo Subianto menerbitkan perpres ataupun keprres tanpa audit terbuka dan tanpa due diligence, maka iki seakan sedang menandatangani “surat peringatan politik” kepada dirinya sendiri.
Jangan sampai rakyat hanya mendapat desis suara kereta tapi bukan ambis pada suara kebenaran.
Baca juga: Opini: Kota Mandiri Kuala Namu, Aero City Melayu?
NMM: Negara, Modal, dan Moral
Dalam gurindam ekonomi negeri, baitnya berbunyi: Jika utang tak disertai niat, maka rakyatlah yang jadi sekat. Jika proyek dikejar citra, maka negara terjerat di pita merahnya.
Strukturisasi utang Whoosh bukan sekadar soal bayar bunga atau restrukturisasi tenor, tapi soal keberanian menjaga NMM yang berdimensi sensitif publik dan aroma politik.
Apakah Negara tunduk pada tekanan modal juncto investor dan diplomasi ekonomi luar negeri atau berdiri tegak di atas kepentingan rakyat sendiri?
Persimpangan Nurani
Presiden Prabowo kini berada di persimpangan: antara berkenan pada kontinuitas kebijakan Jokowi dan komitmen moralnya pada negara, rakyat, dan panggilan moral publik.
Jika slip fi gegabah menerbitkan belied perpres penyelamatan, maka situasi ini bukan sedang menyelamatkan laju ekonomi tetapi sedang mengabadikan beban skala raksasawi nan tak ringan seperti biji sawi.
Presiden Prabowo yang dikenal publik bukan sebagai presiden yang mudah dipengaruhi elite. Namun politik utang kerap lihai membungkus dirinya dalam jargon nation building.
Padahal, nation building tanpa integritas fiskal adalah nation drowning, tenggelam dalam beban yang diwariskan.
Epilog: Gurindam di Rel Cepat
Jangan biarkan rel jadi tali. Yang mengikat leher negeri sendiri. Utang bukan dosa berlimut, tetapi kelalaian berulang adalah maut.
Presiden Prabowo, tegakkan kedaulatan fiskal. Jangan terjebak di jebakan yang sama dalam hal ikhwal. Karena rakyat pemilik kedaulatan fiskal konstitusional, bukan penumpang “bangku tempel” nan fakir akal.
Fihi Al-Chazali Husni Situmorang sudah benar, bahwa Presiden Prabowo mesti mengendalikan derap kebijakan nan berdampak panjang. Maka dan maka, kudu pause before signature. Jangan sampai kepres menjadi Krisis Presiden.
Utang Whoosh harus dibedah secara transparan, bukan diselundupkan dalam regulasi-cum-policy yang beraroma penyelamatan elite. Bedah dan telaah lebih dalam lagi: Ada Apa dengan (Utang) Whoosh?
Karena oh karena pada akhirnya, sejarah tidak menulis siapa yang cepat akan tetapi menorehkan stase sejarah bahwa Presiden Prabowo tabah, loyal dan jujur di rel kebenaran. Menjadi Presiden RI ke-8 yang bernazar membuat kebijakan besar agar rakyat tersenyum lebar.