Kamis, Desember 11, 2025
HomeNewsEkonomiIni 8 Sektor Prioritas untuk Dongkrak Ekonomi 2026, Tidak ada Sektor Perumahan

Ini 8 Sektor Prioritas untuk Dongkrak Ekonomi 2026, Tidak ada Sektor Perumahan

Menjelang akhir 2025, pemerintah terus mempersiapkan arah kebijakan ekonomi nasional untuk tahun 2026 yang berfokus pada penguatan ketahanan dan percepatan transformasi.

Pemerintah berupaya memastikan, perekonomian tidak hanya mampu merespons berbagai tantangan global, tapi juga mampu memanfaatkan peluang baru untuk mendorong pertumbuhan yang lebih merata dan berkelanjutan.

Akselerasi pertumbuhan ekonomi 2026 akan didorong melalui kolaborasi erat antara pembiayaan APBN dan optimalisasi berbagai mesin ekonomi baru, termasuk ekonomi digital, ekonomi hijau, hingga hilirisasi.
Pembiayaan melalui APBN akan difokuskan sebagai instrumen fiskal yang adaptif dan responsif, sekaligus katalis penguatan sektor-sektor strategis.

Dengan pendekatan tersebut, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi 2026 lebih berkualitas, berdaya saing, serta mampu menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

“APBN 2026 akan hadir sebagai pendongkra pertumbuhan, memicu efek berlipat perekonomian melalui 8 program prioritas dalam APBN 2026. Yakni, pendidikan, pertahanan semesta, ketahanan energi, MBG, kesehatan, koperasi dan UMKM, ketahanan pangan, dan akselerasi investasi,” kata Staf Ahli Bidang Pembangunan Daerah sekaligus Juru Bicara Kemenko Perekonomian Haryo Limanseto secara virtual dalam Media Briefing LKBN Antara: Optimisme Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2026, Kamis (11/12/2025).

Baca juga: Menko Airlangga Sampaikan Kabar Indah tentang Ekonomi Indonesia

Sebagai salah satu mesin pertumbuhan ekonomi baru, pemerintah terus memperkuat agenda ekonomi hijau melalui percepatan transisi energi dan pembangunan infrastruktur pendukung.

Untuk komitmen pendanaan Just Energy Transition Partnership (JETP), terdapat peningkatan anggaran menjadi USD21,4 miliar untuk mendorong terwujudnya transisi energi yang adil.

Pemerintah juga terus mengupayakan pengembangan energi terbarukan seperti PLTS, bioenergi B40/B50, serta pembangunan 7 proyek waste-to-energy yang akan mulai konstruksi awal 2026.

Pemerintah juga menargetkan pembangunan Green Super Grid dengan jaringan transmisi 70.000 km, serta pengembangan proyek Carbo Capture and Storage (CCS/CCUS) senilai USD15 miliar, guna memastikan suplai energi bersih yang andal dan membuka peluang investasi dalam ekonomi rendah karbon.

Terkait ekonomi digital, pemerintah terus mendorong akselerasi melalui perluasan layanan keuangan digital, penguatan talenta, dan peningkatan daya saing industri.

Pemanfaatan QRIS kini telah menjangkau 57 juta konsumen dan 39 juta merchant, dengan target mencapai 60 juta pengguna aktif pada 2026.

Di sisi SDM, berbagai program seperti Digital Talent Scholarship, AI Talent Factory, dan Hub ID terus diperluas untuk mencetak talenta digital yang kompetitif di masa depan.

Dengan semua langkah itu, nilai ekonomi digital Indonesia yang pada 2024 mencapai USD90 miliar, diproyeksikan menjadi USD360 miliar pada 2030.

Di sektor hilirisasi industri, pemerintah meningkatkan nilai tambah nasional dan mempercepat pengembangan ekosistem kendaraan listrik.

Lonjakan ekspor nikel dari USD3,3 miliar pada 2017 menjadi USD33,9 miliar pada 2024, menunjukkan keberhasilan transformasi industri yang signifikan.

Sejalan dengan itu, realisasi investasi pada Q3-2025 mencapai Rp431,4 triliun, atau tumbuh 58,1 persen (yoy), mencerminkan tingginya minat investor terhadap sektor hilirisasi.

Pada ekosistem kendaraan listrik, pangsa pasar mobil listrik melonjak menjadi 18,27 persen pada 2025, didukung ekspansi industrialisasi berbasis bauksit, tembaga, dan rumput laut sebagai sumber pertumbuhan ekonomi baru.

Baca juga: BI Prediksi Ekonomi 2026 dan 2027 Tumbuh Lebih Tinggi

Berbagai upaya peningkatan mesin pertumbuhan baru itu, juga didukung dengan perluasan integrasi ekonomi Indonesia dengan pasar global yang dilakukan melalui percepatan berbagai perjanjian perdagangan dan kemitraan strategis.

Melalui Indonesia–Canada CEPA, lebih dari 90 persen pos tarif memperoleh preferensi, yang membuka peluang peningkatan ekspor hingga USD11,8 miliar.

Sementara Indonesia–EU CEPA memberikan akses tarif 0 persen bagi 90,4 persen produk Indonesia ke pasar Uni Eropa.

Sedangkan proses aksesi Indonesia ke OECD dan eksplorasi kerja sama dalam CPTPP, menjadi langkah penting memperkuat posisi Indonesia dalam rantai pasok global, dan menyesuaikan standar kebijakan ekonomi dengan praktik internasional, guna mendorong transformasi dan pertumbuhan ekonomi jangka panjang.

Berita Terkait

Ekonomi

Penjualan Eceran Terus Meningkat, Didorong Kenaikan Permintaan Jelang Nataru

Survei Konsumen Bank Indonesia yang dilansir Selasa (9/12/2025) mengindikasikan,...

Investasi Obligasi Negara Ritel yang Dijamin Cuan

Obligasi Negara Ritel (ORI) terbitan pemerintah Indonesia, adalah pilihan...

Januari-Oktober 7,55 Juta Orang Indonesia Pelesiran ke Luar Negeri

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan awal Desember 2025, jumlah...

Berita Terkini