BI: Tahun Depan Ekonomi Global Melemah, Ekonomi Indonesia Makin Baik
Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI), 16-17 Desember 2025, yang hasilnya disampaikan Rabu (17/12/2025), menyatakan, perekonomian global jangka pendek membaik namun dengan ketidakpastian yang perlu terus diwaspadai.
Pertumbuhan ekonomi dunia 2025 diprakirakan menjadi sekitar 3,2 persen, dipengaruhi oleh kenaikan ekonomi Jepang dan India yang didukung konsumsi rumah tangga dan kebijakan stimulus fiskal.
Prospek ekonomi kawasan Eropa tetap baik, ditopang konsumsi rumah tangga, investasi, dan kondisi ketenagakerjaan.
Sementara ekonomi AS pada 2025 masih melambat dipengaruhi dampak temporary government shutdown dan pelemahan pasar tenaga kerja. Prospek ekonomi Tiongkok juga terus melambat dipengaruhi permintaan domestik yang tetap lemah.
Tahun depan, pertumbuhan ekonomi dunia diprakirakan melemah menjadi 3 persen, dipengaruhi dampak lanjutan tarif resiprokal AS dan kerentanan rantai pasok global.
Di pasar keuangan global, Fed Funds Rate (FFR) turun 25 bps pada Desember 2025 dengan kecenderungan penurunan yang lebih terbatas ke depan.
Tingkat imbal hasil (yield) US Treasury tenor 2 tahun cenderung naik. Sementara yield US Treasury tenor 10 tahun tetap tinggi, sejalan dengan tingginya tingkat utang pemerintah AS.
Perkembangan ini menyebabkan indeks mata uang AS (DXY) masih tinggi, dan aliran masuk modal asing ke emerging market (EM) tetap terbatas.
“Ke depan, ketidakpastian perekonomian global diprakirakan tetap tinggi, dengan prospek pertumbuhan masih lemah. Kondisi ini memerlukan kewaspadaan dan penguatan respons kebijakan, untuk memperkuat daya tahan ekonomi domestik dari rambatan global serta mendorong pertumbuhan yang lebih tinggi,” tulis hasil RDG BI.
Baca juga: BI Naikkan Kisaran Pertumbuhan Ekonomi 2025 Jadi 4,7-5,5 Persen
Sementara pertumbuhan ekonomi Indonesia dinilai BI membaik, namun perlu terus didorong menjadi lebih tinggi lagi sesuai kapasitasnya.
Konsumsi rumah tangga triwulan IV 2025 membaik, didukung belanja sosial pemerintah, serta peningkatan keyakinan rumah tangga terhadap kondisi penghasilan dan ketersediaan lapangan kerja. Perkembangan itu mendorong meningkatnya penjualan eceran pada berbagai kelompok barang.
Investasi, khususnya nonbangunan, juga membaik dipengaruhi oleh meningkatnya keyakinan pelaku usaha. Tercermin pada pola ekspansi Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur. “Namun, permintaan domestik tersebut perlu makin diperkuat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi,” tulis RDG BI.
Apalagi, kinerja ekspor diprakirakan melambat seiring berakhirnya frontloading ekspor (buru-buru melakukan ekspor sebelum tarif resiprokal diterapkan) ke AS, serta menurunnya ekspor besi baja ke Tiongkok dan minyak kelapa sawit (CPO) ke India.
Secara sektoral, BI menilai lapangan usaha utama, yakni industri pengolahan, perdagangan besar dan eceran, transportasi dan pergudangan, serta penyediaan akomodasi dan makan minum, menunjukkan kinerja positif.
“Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi RI 2025 diprakirakan berada di kisaran 4,7–5,5 persen dan meningkat menjadi 4,9–5,7 persen pada 2026,” tulis hasil RDG BI tersebut.
Baca juga: Ini 8 Sektor Prioritas untuk Dongkrak Ekonomi 2026, Tidak ada Sektor Perumahan
Ke depan, berbagai upaya perlu terus ditempuh untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, dengan tetap menjaga stabilitas.
Dalam kaitan ini, BI terus memperkuat bauran kebijakan melalui penguatan bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran, yang bersinergi erat dengan kebijakan stimulus fiskal dan sektor riil pemerintah, untuk mendorong pertumbuhan yang lebih tinggi dan berdaya tahan.