Sabtu, September 6, 2025
HomeBerita PropertiIwan Sunito: Crown Group Masa Lalu, One Global Masa Depan

Iwan Sunito: Crown Group Masa Lalu, One Global Masa Depan

Iwan Sunito, mantan CEO Crown Group, salah satu perusahaan properti besar Australia, menyatakan baginya Crown Group adalah masa lalu. Sedangkan masa depannya adalah One Global Capital, perusahaan yang dibentuknya sejak 9 bulan lalu menyusul perselisihan dengan Paul Sathio di Crown Group.

“Crown Group sudah masa lalu. Sekarang kami fokus mengembangkan One Global Capital sebagai masa depan,” kata pria asal Kalimantan itu dalam konferensi pers daring dengan media massa Indonesia, Rabu (20/3/2024). Dengan enam proyek senilai 1 miliar dolar saat ini, ia menargetkan One Global Capital bisa go public pada tahun 2031.

Iwan mengakui kecewa kemitraannya dengan Paul Sathio di Crown Group berakhir dengan perselisihan. Alasannya, selama hampir 30 tahun kehadirannya Crown Group telah melahirkan puluhan proyek yang disebutnya amazing dan unexpected, karena mendapat respon pasar yang sangat baik dan mendapat banyak penghargaan global. Proyek-proyek itu tersebar di seantero Sydney (Australia), ditambah di Melbourne, dan kota besar lain di AS dan Indonesia.

“Tapi, hidup terus berjalan. Every partnership will have an end. Dan setelah hampir 1,5 tahun perselisihan terjadi, saya melihat ini (perpisahan) menjadi yang terbaik bagi kami berdua. Kami bisa bebas mengembangkan visi bisnis masing-masing,” jelas Iwan.

Ia menyebut perbedaan visi sebagai salah satu alasan perpecahan dengan Paul yang juga berasal dari Indonesia itu. Perpecahan keduanya terungkap pertengahan 2023. “Lama-lama saya lihat perusahaan ini (Crown Group) jadi familty business. Dia (Paul) menempatkan anaknya (Ronald Sathio) menjadi leader di salah satu proyek. Padahal menurut saya anaknya belum layak,” kata Iwan.

Alasan lain perpecahan duo pebisnis properti Australia asal Indonesia itu, adalah kurangnya kontrol terhadap pembiayaan proyek. Iwan memberi contoh salah satu proyek yang direncanakan dikembangkan dalam 2 tahun dengan investasi 17 juta dolar, melar menjadi 4 tahun dengan investasi membengkak jadi 34 juta dolar. Sementara proyek lain dari investasi yang direncanakan 70 juta dolar, membengkak menjadi 110 juta dolar.

Iwan dan Paul memiliki masing-masing 50% saham di Crown Group yang dibentuk tahun 1996. Keduanya berbagi otoritas. Paul menjadi CEO Construction yang memastikan konsep pengembangan yang dirancang Iwan pada sebuah proyek dan biaya investasinya bisa diimplementasikan. Sedangkan Iwan menjadi front man alias Chief Executive Officer (CEO) Development Crown Group.

Baca juga: Kolaborasi One Global-Oxo Hadirkan Hunian Mewah di Indonesia

Sekarang keduanya sudah bersimpang jalan. Tak ada lagi kata surut. “Saat ini Crown Group sudah masuk dalam proses likuidasi, dan memang itu harus dilakukan,” kata Iwan. Iwan melalui One Global Capital sempat mengajukan penawaran 45 juta dolar untuk membeli 50 persen saham Crown Group, agar perpisahan bisa berlangsung baik-baik, tidak harus di pengadilan.

Tawaran itu menurut Iwan jauh lebih tinggi daripada penawaran Paul yang hanya 15 juta dolar AS untuk 50 persen saham Iwan di Crown Group. Tapi, Paul tidak mengindahkan tawaran itu. Ia tetap mengajukan tuntutan melalui pengadilan di Sydney untuk memutuskan kemitraan dengan Iwan Sunito dan melikuidasi Crown Group. Akibatnya operasional perusahaan terhenti dan diambil alih likuidator. Iwan menyebut Paul seperti orang yang putus asa dalam menyelesaikan perselisihan keduanya.

Padahal, penjualan perusahaan tetap bagus. Sebelum pandemi Covid-19 penjualan Crown Group tercatat sekitar 355 juta dolar AS. Imperium bisnis properti itu juga telah merancang rencana besar mengembangkan berbagai proyek prestisius di Melbourne, Los Angeles, dan Jakarta. Perusahaan pun terpaksa menggadaikan aset-asetnya yang paling berharga di Sydney untuk membayar pinjaman ke bank.

“He is a desperate person who is doing the desperate thing,” keluh Iwan. Ia juga sangat menyesalkan sikap Paul terhadap karyawan Crown Group asal Indonesia yang di-PHK, karena pesangonnya hanya dibayar 50 persen. “Dalam bisnis dua hal tidak boleh diabaikan. Harus mengikuti regulasi. Pertama pajak, kedua gaji dan pesangon. Membayar pesangon staf asal Indonesia hanya separuh itu tidak etis dan tidak bermoral. Itu satu hal yang saya benci,” katanya.

Paul dan anaknya mengambil alih kendali atas Crown Group setelah perselisihan dengan Iwan memuncak tahun lalu. Selama beberapa tahun sebelumnya, Paul disebut telah menyuntikkan dana hingga 50 juta dolar Australia untuk membayar aneka kewajiban perusahaan termasuk gaji karyawan.

Manajemen Crown Group melalui keterangan resmi medio Maret lalu menyatakan, saat ini kemitraan antara Paul Sathio dan Iwan Sunito sudah tidak bisa lagi dilanjutkan. Karena itu manajemen menunjuk pihak independen (likuidator) untuk mengendalikan perusahaan.

Hasil penjualan aset Crown Group oleh likuidator akan digunakan untuk melunasi semua kewajibannya.
Sedangkan sisanya dibagi antara Iwan dan Paul sesuai porsi saham masing-masing. Sembari menunggu proses likuidasi, keduanya sudah berjalan dengan bendera bisnis masing-masing. Iwan dengan One Global Capital Pty Ltd, Paul dengan Sathio Group Pty Ltd.

Berita Terkait

Ekonomi

Belasan Investor Kazakhstan Lirik IKN

Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia...

Program Perumahan Salah Satu yang Diharapkan Buka Lapangan Kerja

Pemerintah terus menjalin kolaborasi dengan pelaku usaha untuk membuat...

Menko Airlangga Minta Pengusaha Tahan PHK dan Buka Program Magang Berbayar untuk Sarjana Baru

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto meminta para pengusaha...

Berita Terkini