Saham Sebagai Instrumen Investasi, Seperti Apa?
Dalam dunia investasi, saham merupakan salah satu instrumen yang banyak dicari dan dibeli oleh investor. Saham merupakan bukti kepemilikan atas suatu perusahaan. Ketika investor membeli saham, maka ia memiliki hak klaim atas penghasilan perusahaan yang bergantung pada jumlah lembar saham yang dimiliki.
Dibandingkan dengan instrumen investasi lain seperti pasar uang dan obligasi, saham memiliki volatilitas yang lebih tinggi namun dengan potensi return yang lebih tinggi juga. Oleh karena itu, saham lebih cocok untuk investor yang memiliki profil risiko investasi yang agresif, kebutuhan likuiditas yang rendah, dan jangka waktu investasi yang lebih panjang.
Untuk mengetahui lebih jauh mengenai konsep investasi saham, Bank BCA memberikan panduan sebagaimana dikutip dari siaran pers yang diterbitkan Minggu (28/12). Secara umum saham diperdagangkan pada pasar perdana atau Initial Public Offering (IPO). Ini merupakan tempat memperdagangkan saham pertama kali setelah mendapat pernyataan efektif dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Kemudiann pasar sekunder yang merupakan tempat memperdagangkan saham setelah melalui pasar perdana yang dilakukan di bursa efek. Saham merupakan bukti kepemilikan atas perusahaan, bukan merupakan surat utang.
Baca juga: Starter Pack Financial Gen Z: Nabung, Investasi, Hingga Proteksi
Pemegang saham memiliki hak suara saat Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Bila perusahaan menghasilkan laba, sebagian dari laba tersebut dapat dibagikan kepada investor dalam bentuk dividen. Kebijakan pembagian dividen dapat diakses di Prospektus, namun pembagian dividen bergantung pada kebijakan setiap perusahaan dan tidak wajib dilaksanakan.
Kemudian berbagai jenis saham. Ada saham biasa (common Stock) yang merupakan tanda kepemilikan seseorang/badan dalam suatu perusahaan. Saham preferen (preferred Stock) yang merupakan saham yang memberikan dividen tetap. Pemegang saham preferen lebih diprioritaskan dibandingkan pemegang saham biasa dalam hal pembagian dividen.
Masuk ke kategori saham. Cyclical Stock merupakan saham yang kinerjanya mengikuti perubahan kondisi ekonomi sehingga pergerakannya lebih volatil. Contoh sektor yang termasuk di dalamnya adalah consumer discretionary (barang tersier seperti pakaian dan leisure), properti, teknologi, otomotif, dan finansial.
Defensive Stock: saham yang kinerjanya konsisten dan relatif stabil pada berbagai kondisi ekonomi. Contoh sektor yang termasuk di dalamnya adalah consumer staples (FMCG), healthcare, dan utilities.
Income Stock: saham yang memberi pemasukan tetap kepada investor berupa pembagian dividen yang lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata pasar. Growth Stock: saham yang kenaikan harganya berpotensi lebih signifikan dibandingkan rata-rata pasar. Terakhir Value Stock: saham yang dibeli dengan harga lebih rendah dibandingkan nilai yang seharusnya.
Berdasarkan kapitalisasi pasar, saham dapat dibedakan menjadi kapitalisasi pasar besar yang umumnya memiliki nilai di atas Rp100 triliun. Kapitalisasi kecil-menengah senilai sama atau di bawah Rp100 triliun.
Kapitalisasi ini pada akhirnya dikaitkan dengan volatiliitas. Volatilitas harga saham berpotensi lebih tinggi karena volume yang diperdagangkan tinggi oleh investor luas. Volatilitas harga terkadang lebih rendah karena nilai perdagangan yang cenderung rendah. Saham ini seringkali diperdagangkan oleh jumlah investor yang lebih sedikit
Ini juga berpengaruh pada valuasi, nilai besar cenderung lebih tinggi, lebih tinggi juga dari sisi likuiditas sementara yang lebih kecil cenderung lebih rendah dan kurang likuid. Potensi pertumbuhan harga saham cenderung sudah tinggi sehingga potensi kenaikan harga lebih terbatas. Namun harga saham yang cenderung lebih rendah potensi kenaikan harganya lebih besar.
Baca juga: Begitu Punya Gaji, Langsung Sisihkan untuk Investasi, Bukan Disisakan
Terkait keuntungan dan risiko investasi saham, semakin tinggi keuntungan yang diperoleh akan diikuti pula dengan risiko yang lebih tinggi. Total return yang merupakan jumlah antara perubahan harga dengan dividen (jika dibagikan) berpotensi lebih tinggi dibandingkan kelas aset lainnya seperti instrumen pasar uang atau obligasi. Berinvestasi di saham juga lebih fleksibel karena investor bisa memilih saham yang sesuai dengan profil risiko dan tujuan investasinya.
Risiko yang bisa terjadi apabila ada perubahan harga jual saham di pasar. Apabila harga saham mengalami penurunan, investor akan mengalami capital loss (kerugian). Kemudian risiko apabila saham sulit diperjual-belikan di pasar. Risiko forced delisting, situasi di mana sebuah perusahaan dipaksa untuk menghapus sahamnya dari bursa efek.
Kemudian risiko suspend, risiko yang terjadi ketika jual beli saham suatu perusahaan diberhentikan sementara oleh bursa efek. Terakhir risiko pailit apabila perusahaan tidak dapat membayarkan kewajibannya sehingga mengalamai kebangkrutan atau pailit. Selain itu saham juga tidak dijamin Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) karena bukan merupakan produk perbankan.
Untuk membeli saham, investor dapat melakukan pembelian saham pada perusahaan sekuritas atau mendatangi cabang Bank BCA yang dapat membantu memberikan referensi ke BCA Sekuritas. Selain pembelian langsung, saham juga dapat dibeli melalui Reksa Dana salah satunya melalui Reksa Dana Saham di myBCA.