Sabtu, September 6, 2025
HomeNewsEkonomiPenguatan Rupiah Tertahan Kebijakan "Burden Sharing"

Penguatan Rupiah Tertahan Kebijakan “Burden Sharing”

Demo-demo mahasiswa masih berlanjut sampai pekan ini. Namun, demo yang berujung rusuh, anarki, dan penjarahan yang memakan korban jiwa sudah berakhir.

Boleh jadi karena itu nilai tukar rupiah pekan ini menguat, setelah terus terpuruk dua pekan sebelumnya, kendati arus keluar modal asing portofolio berlanjut dengan nilai yang jauh lebih besar.

Bank Indonesia melaporkan, Kamis (4/9/2025), pada akhir hari Rabu, 3 Septem​ber 2025, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS (USD) ditutup pada level (bid) Rp16.410.

Melemah 70 poin dibanding akhir hari Kamis pekan sebelumnya (28 Agustus 2025) yang tercatat di level (bid) Rp16.340 per USD.

Pelemahan rupiah terjadi saat imbal hasil atau yield Surat Berharga Negara (SBN) 10 tahun naik ke level 6,38 persen, indeks dolar AS atau DXY menguat ke level 98,14, dan yield surat utang pemerintah AS atau US Treasury (UST) Note 10 tahun turun ke level 4,217 persen.

Namun, pada pembukaan perdagangan Kamis, 4 September 2025, kurs tengah rupiah di JISDOR dibuka pada level (bid) Rp16.430 per USD dan ditutup di level Rp16.438.

Menguat 23 poin dibanding penutupan perdagangan Jumat pekan lalu (29 Agustus 2025) yang berada di level (bid) Rp16.461. Penguatan rupiah terjadi saat yield SBN 10 tahun turun ke level 6,35 persen.

Baca juga: Situasi Politik yang Panas Bikin Rupiah Kian Terpuruk

Namun, penguatan rupiah itu tidak berlanjut menjadi lebih besar, kendati faktor global mendukung berupa peningkatan ekspektasi penurunan suku bunga acuan The Fed (bank sentral AS) akhir September ini.

Terutama karena kekhawatiran investor terhadap kebijakan burden sharing (berbagi beban bunga surat utang negara) antara pemerintah Indonesia dan Bank Indonesia, dalam membiayai program Asta Cita pemerintahan Prabowo Subianto.

Para pengamat menyebut, investor asing khawatir kebijakan burden sharing itu mengganggu independensi BI, dan membatasi ruang geraknya dalam melakukan operasi moneter, sehingga mereka menarik dananya dari Indonesia.

Berita Terkait

Ekonomi

Berita Terkini