HousingEstate, Jakarta - Di Jawa hampir semua rumah memakai penutup atap tanah liat, beton, atau bahan lain seperti sirap. Sangat sedikit yang menggunakan genteng logam. Di luar Jawa sebaliknya, seluruh rumah baik yang dibangun perorangan maupun yang dikembangkan developer, praktis ditutup atap logam. Sangat jarang yang memakai genteng keramik dan beton.
Suara berisik atap terkena air hujan atau hawa panas yang dialirkannya ke dalam rumah pada musim kemarau, tidak menghalangi orang memakainya. Harganya yang terjangkau, bobot yang ringan, pemasangan yang mudah dan cepat dengan rangka lebih sedikit, merupakan daya tarik terbesar atap metal.
Semula yang banyak dipakai seng bergelombang dengan warna perak. Tapi, karena mudah berkarat dan keropos, orang beralih ke atap logam dari bahan anti karat dengan warna beraneka. Lembarannya lebih kecil daripada seng dengan profil garis-garis vertikal sampai menyerupai genteng keramik dan beton.
Saat ini pasar atap metal itu dikuasai PT Tatalogam Lestari yang terkenal dengan genteng Multiroof. Bagaimana perusahaan ini bisa menguasai pasar nyaris tanpa tertandingi produk genteng logam lain? Berikut wawancara Yudiasis Iskandar, Yoenazh K Azhar, dan fotografer Susilo Waluyo dengan Executive Director PT Tatalogam Lestari Wulani W Rismono di kantornya di bilangan Tomang, Jakarta Barat, akhir Juni 2011.
Apa bisnis utama Tatalogam?
Kita main di atas (atap) semua, lainnya tambahan. Merek atap kita Multiroof, Sakuraroof, Suryaroof, Multisirap, Soka, Multicolor Permata, dan lain-lain. Sejak 5–6 tahun lalu kita juga memasarkan rangka baja ringan Sakura Truss, OkeHome dan OkeFrame, Taso (metal kaso), pagar metal, dan lain sebagainya. Kita tawarkan banyak produk untuk berbagai segmen. Perbedaan setiap merek terletak pada (kualitas) bahannya. Yang paling tinggi Multiroof, bahannya Colorbond 0,4 mm, sementara Suryaroof pakai Pelangi 0,3 mm, Sakuraroof menggunakan Gemilang 0,2–0,3 mm. Angka-angka itu merujuk pada ketebalan bahan. Kendati sama tebalnya, aset (kandungan alumunium zinc)-nya berbeda. Tebal Suryaroof dan Sakuraroof boleh sama- sama 0,3 mm, tapi Suryaroof pakai Pelangi yang asetnya 150. Artinya dalam setiap satu meter persegi lembaran genteng, lapisan alumunium zinc-nya 150 gr: 75 gr di permukaan bawah, 75 gram di permukaan atas. Sedangkan Sakuraroof pakai Gemilang yang asetnya hanya 100. Semua bahan kita ambil dari Bluescope.
Apa itu berarti produk yang satu lebih bagus daripada yang lain?
Ini lebih ke persoalan yang paling cocok dan efisien. Misalnya, rumah-rumah di Kalimantan Selatan, pondasinya pakai cerucuk, galam, yang cuma tahan 10 tahun. Kalau saya kasih Multiroof yang ketahanannya sampai 25 tahun, buat apa? Pemborosan. Seperti orang Padang, prinsipnya kalah duit tapi menang lama. Mereka banyak pakai Multiroof. Tapi setelah kena gempa, mereka cari yang lebih murah. Kalau cepat rusak mereka nggak terlalu rugi. Jadi, yang pertama lahir itu Multiroof karena kita tidak mau jual atap murah, harus yang paling berkualitas. Terus datang krismon, muncul Suryaroof yang sedikit lebih murah. Krismon lagi, kita lansir Sakuraroof. Sementara Soka dari produk reject dengan aset 70.
Apa kelebihan atap metal dibanding keramik atau beton?
Ringan, anti karat, dan sangat interlocking (saling mengunci) karena di-screw (dibaut). Kalau gempa, kuda-kuda atap boleh patah tapi atap nggak ambruk. Coba genteng keramik, digoyang pasti rontok. Kalau berat genteng keramik 4–5 kg/keping, selembar Multiroof paling 3 kg. Selembar itu sudah 10 daun (satu daun setara satu keping genteng keramik/beton). Aplikasi jauh lebih cepat. Baru satu di genteng keramik, kita sudah 10. Screw-nya dipakukan dari samping. Jadi, atap metal juga anti maling. Nyopot selembar atap harus bongkar 10 screw, glodak-glodok di atas, pasti ketahuan. Memang, suara berisik ini juga kelemahan. Karena itu kita tawarkan atap metal berpasir yang meredam suara dan menepis panas. Tapi, di luar Jawa orang kurang suka. Mereka justru menikmati suara atap terkena hujan, tung-tang tung-tang, kayak musik.
Kenapa di Jawa atap metal masih sulit populer?
Ini masalah budaya dan mindset yang sulit diubah. Sejak ratusan tahun lalu mereka sudah pakai genteng tanah. Saya berupaya mengubah mindset itu tapi belum banyak berhasil. Faktor lain, harga. Genteng tanah hanya Rp800–1.000/buah, atap logam yang paling tipis saja sulit masuk (dengan harga segitu). Genteng tanah rangkanya bisa pakai bambu, atap metal mana bisa? Belum image berisik, panas. Beda dengan di luar Jawa. Mereka melihat atap metal lebih banyak kelebihannya. Mereka tidak ngomong ini berisik, ini panas. Budaya mereka juga sebagian menolak hidup di bawah (genteng) tanah. Pameonya, mati jangan di bawah tanah. Karena itu saya bikin iklan, kalau mau panjang umur, pakai Multiroof karena tidak akan ketiban genteng. Hahahaha. Tahun 1989 terjadi gempa hebat di Padang Panjang (Sumatera Barat). Rumah-rumah yang pakai genteng tanah penghuninya mati terkubur, yang pakai seng tidak.
Kita sendiri tidak lagi produksi seng, tapi atap logam dengan bentuk berbeda dan berwarna. Saya lagi nunggu mesin untuk produksi atap yang panjang-panjang mengikuti tren rumah minimalis. Yang juga bikin orang luar Jawa senang dengan atap metal: mudah didapat. Pemasaran genteng keramik butuh pangkalan. Lima ratus meter persegi saja tumpukannya sudah balky. Atap metal paling segini (merentangkan kedua tangan, Red) tumpukannya. Jadi, distribusinya mudah. Tinggal masukkan kontainer dan kapalkan.
Siapa konsumen produk Tatalogam terbanyak?
Landed residential baik milik perorangan maupun real estate. Mereka tidak kenal atap logam tapi Multiroof, Sakuraroof. Yang paling populer Sakuraroof, kemudian Multiroof. Kalau Suryaroof pemasarannya hanya di Sulawesi. Orang Sulawesi itu fanatik. Kalau sudah suka sama satu produk, akan pakai yang itu-itu saja. Sedangkan di Sumatera bangunan bagus-bagus pasti pakai Multiroof. Secara keseluruhan yang paling banyak pakai produk kita Kalimantan, disusul Sumatera dan Sulawesi. Kita dapat REBI (Rekor Bisnis Indonesia) sebagai produsen atap metal terbesar di Indonesia. Market share kita sekitar 70-80 persen dengan produksi 3,2 juta lembar/ bulan.
Pasar utama Anda ritel atau proyek?
Paling banyak ritel. Saya nggak mau ngutangin proyek, bayarnya susah. Biar toko yang ngutangin. Yang paling disukai genteng warna merah dengan finishing glossy, kinclong.
Bagaimana dengan produk saingan?
Banyak produk sejenis dari Cina. Belum setahun sudah bule semua. Setelah itu nggak tahu apa ngelotok atau karatan. Sakuraroof yang paling tipis (0,2 mm) saja yang digaransi 10 tahun tetap oke hingga 15 tahun. Warnanya tetap cemerlang. Lihat gedung Askes di Banjar (Kalimantan), sudah 15 tahun masih bagus atapnya. Karena itu selama 17 tahun berdiri kita hanya pernah diklaim dua kali.
Apa saran Anda terhadap konsumen?
Karena sudah bicara truss (untuk aplikasi atap metal), screw harus sangat diperhatikan karena menjadi bagian konstruksi. Bayangkan kalau screw-nya patah, apa jadinya kuda- kuda atap? Ibarat sapu lidi, kalau screw mengikat dan menyatukan, atap akan kuat. Waktu masang, atap jangan ditumpuk di satu tempat tapi disebar supaya rangkanya tidak melengkung.
Perhatikan juga tukang yang masang. Apakah sudah sesuai dengan software. Desain rangka baja ringan itu dihitung dengan software khusus. Ukuran dan jumlah screw tidak boleh dikurangi. Kalau nggak disupervisi, tukang bisa serampangan karena mau untung banyak. Screw-nya dikurangi, atau pakai screw reng semua, atau screw celup yang tidak tahan karat. Terus kalau ada apa-apa, nyalahin penutup atapnya.
Beda kalau pakai Sakura Truss atau Soka, yang pasang kita. Kita tanggung jawab. Sakura Truss itu produk premium kayak Multiroof. Harganya memang lebih mahal, tapi sepadan dengan kehandalannya. Kita sendiri terus melakukan pelatihan tukang dan edukasi ke sekolah-sekolah. Tahun ini sudah di 15 kota. Kita juga kasih bantuan atap ke sekolah- sekolah di sejumlah daerah sebagai bentuk tanggung jawab sosial perusahaan (corporate socian responsibility). Sekolah-sekolah itu mendapat atap bermutu dan (kita harapkan) tidak ambruk lagi.
Perempuan yang dipanggil Lani ini mengatakan, dalam satuan harga atap metal lebih mahal dibanding genteng keramik. Agar pemakaiannya menghemat biaya konstruksi, sejak awal pondasi dan struktur rumah sudah memperhitungkan aplikasi atap. Jadi, pondasi dan strukturnya ringan saja. “Apa gunanya pondasi tetap beton kalau atasnya ringan,” kata alumni Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Diponegoro (FT Undip) Semarang tahun 1978, dan MBA dari IPPM Jakarta tahun 1990 itu.
Dengan pondasi dan struktur ringan, pembangunan juga lebih cepat yang kian menekan biaya produksi rumah. “Saya bikin rumah tipe 42 dengan rangka OkeHome hanya lima hari setelah leveling lantai jadi. Karena ringan rumah satu lantai itu tidak perlu pondasi, pakai lantai kerja saja, terus screw Dynabold semua,” tutur ibu dua anak laki-laki yang sudah lulus kuliah dan bekerja ini.

Apa rencana Tatalogam ke depan?
Kita ingin lebih memasyarakat lagi. Makanya saya buka (ruang pamer) Si Mantap, karena produk kita makin banyak. Kita pengen di depo orang bisa konsultasi. Si Mantap sudah ada di Kelapa Gading (Jakarta Utara) dan Bogor. Ada depo, harus ada toko untuk menjual. Kita pun bikin Roofmart. Sejarahnya dari barang yang sedikit cacat di pabrik dan tidak bisa kita jual. Terinspirasi dari factory outlet saya buat toko yang menjual produk reject-reject itu. Yang reject habis, saya jual yang prime. Roofmart sudah ada di Jakarta, Bogor, Bandung, Cirebon, Yogyakarta, dan Semarang.
Jadi, Roofmart mau terus dikembangkan?
Potensi pasar atap logam masih besar. Tapi, pengembangan pasar tidak mungkin oleh kita sendiri. Saya sedang buka franchise Roofmart Express, minimarket bahan bangunan khusus produk-produk Tatalogam supaya orang mudah nyari produk kita. Kita mulai dengan kaso, kuda-kuda. Di luar Jawa tiap toko bangunan pasti jual. Di Jawa masih sulit karena panelnya panjang-panjang, enam meteran. Karena itu kita berangkat dari Jawa. Jadi, kalau di luar Jawa kita mulai dari atap baru rangka, di Jawa dari rangka baru atap. Kita sendiri baru masuk ke Jawa 2–3 tahun ini. Impian kita Roofmart Express bisa menggantikan pangkalan kayu. Bedanya yang dijual Taso, kaso dari metal. Minat sudah datang dari Serang, Bandung, dan Depok.
Berapa harga waralabanya?
Sebenarnya kita nggak menerapkan fee franchise. Kalau Anda punya ruko yang strategis, kita akan survei layak apa tidak untuk Roofmart Express. Kita hanya minta Rp10 juta untuk sistem komputer, display. Hanya Anda harus siapkan bank garansi Rp100 juta karena sistemnya konsinyasi.
Oh ya, dari mana Anda mendapat nama- nama produk itu?
Dari pengalaman sehari-hari. Misalnya, kaso biasanya dari kayu, sedangkan produk kita dari metal. Maka kita namakan Taso (metal kaso). Suatu kali ada orang Bluescope bernama Surya ngeledek, ini Multiroof kok turun (penjualannya). Saya jawab, ya udah nanti saya bikin genteng namanya Suryo. Maka jadilah Suryaroof. Hari yang lain saya ketemu orang yang suka pelihara kura- kura. Bentuknya aneh-aneh. Saya bilang, sakuro ini lucu-lucu. Dari situ lahir Sakuraroof. Sementara nama Fancy (untuk genteng dengan daun mirip genteng beton) saya ambil karena berkesan mewah.
Lani yang lahir di Semarang 27 Mei 1952 semula bekerja di Balai Penelitian Departemen Perindustrian di Jakarta setelah lulus S1. Tapi baru diangkat calon pegawai (CPNS), dia sudah keluar. “Saya nggak tahan. Datang ke kantor cuma baca koran, nggak punya gawean. Opo sih, orang hidup kok disia-siakan,” kata anak ke-3 dari 9 bersaudara dengan ayah kontraktor dan ibu sepenuhnya pengurus rumah tangga ini.
Selama 16 tahun kemudian ia bekerja di pabrik minyak goreng Vetco. Dimulai dari sales berakhir sebagai direktur. Tahun 1997 suaminya Jarryanto Rismono yang juga alumni Teknik Kimia Undip memintanya membantu di Tatalogam. Sang suami yang sebelumnya eksekutif di sebuah perusahaan baja mendirikan Tatalogam tahun 1994. “Suami saya kuat di bisnis, hidungnya bawa duit, tapi tidak suka yang administratif,” katanya.
Sementara dengan latar belakang keluarga, pendidikan, dan pengalaman kerjanya, Lani dinilai bagus dalam manajemen dan gagasan. Jadi, ia diminta menata manajemen Tatalogam termasuk keuangan dan public relations-nya. Menurut Lani, pelajaran dari orang tua, latar belakang pendidikan, dan pengalaman kerjanya memang sangat membantunya menjalankan tugas itu.
Jauh sebelum kuliah, ayahnya sudah mengajarinya arti penting perhitungan dan sistem. Itulah kenapa begitu masuk Tatalogam ia langsung melakukan konsolidasi utang, piutang, stok, dan bicara sistem, efisiensi. Kalau ada cabang atau gudang yang berantakan, ia langsung minta diaudit. “Berantakan itu indikasi ada yang nggak beres,” ujarnya. Sejak tahun 2000 ia juga meng-hire konsultan untuk membantu membuat manajemen perseroan makin efisien.
Sedangkan dari ibunya yang hanya tamat kelas 3 SD dia dan saudaranya dimotivasi sekolah setinggi-tingginya. “Ibu saya bilang, jangan kayak mama, jadi ibu rumah tangga, masak, ngurus anak, nggak pernah punya uang, harus minta suami,” ceritanya. Untuk mendukung kemajuan sekolah anak-anaknya, ibunya menjalankan laku prihatin. “Kalau saya mau ujian misalnya, beliau puasa, mutih, ngerokot, hanya makan ketela, ngebleng,” terangnya.
Pendidikan ibunya itu membuatnya selalu terdorong belajar dari apa yang dilihatnya. “Kalau ke luar negeri saya nggak pernah shopping, tapi ke toko hardware. Di situ saya lihat produk, cari ide dan inspirasi,” katanya. Dari situ ia merancang konsep promosi di media cetak dan TV. Kadang ia sendiri yang menulis skenarionya, di lain waktu ia memberikan ide atau sekedar celetukan sebagai inspirasi.
“Waktu mau bikin Roofmart, saya juga nyeletuk aja. Opo meneh iku, kata suami saya?” ujarnya. Tahun 2000 Tatalogam mulai leading, jaringannya kian terbentuk. Tahun 2003 mendapat sertifikat ISO untuk sistem kontrol dan produknya makin terkenal. “Orang yang minta jadi distributor kian bejibun. Padahal, awalnya dititipin aja emoh, dikasih display juga nggak mau,” kata Lani.
Sumber: Majalah HousingEstate