HousingEstate, Jakarta - Liliawati Rahardjo (65) ikut andil membesarkan PT Summarecon Agung Tbk, perusahaan pengembang sejumlah kota baru (township) di Jakarta dan sekitarnya yang dibangun suaminya Soetjipto Nagaria sejak 37 tahun lalu. Karya perusahaan itu bisa dilihat di perumahan Summarecon Kelapa Gading (500 ha) dan Grand Orchard (45 ha) di Kelapa Gading (Jakarta Utara), serta Summarecon Serpong (700 ha) di Tangerang dan Summarecon Bekasi (240 ha) di Kota Bekasi.

Saat kedua putranya Soegianto Nagaria (42) dan Herman Nagaria (40) masih kecil, Lili membantu sebagai komisaris (1992–1997) dan kemudian komisaris utama (1997–2001). Setelah anak-anak besar dan ia terbebas dari rutinitas mengasuh mereka, alumni National Taiwan University 1982 itu mulai terlibat langsung mengurus perusahaan sebagai direktur sejak tahun 2002 sampai sekarang. Untuk itu ia belajar keras secara mandiri dan tak malu bertanya kepada yang ahli untuk memahami seluk beluk manajemen perusahaan.

“Beliau sosok yang senang belajar, otodidak. Pengetahuan manajemennya melebihi kita yang bersekolah,” kata Direktur Eksekutif KSO Summarecon Serpong Magdalena Yuliati memuji bosnya. Setelah terlibat aktif, Lili ikut memberi sentuhan terhadap konsep pengembangan township Summarecon menjadi lebih ramah lingkungan. Banjir besar yang melanda Jakarta termasuk Kelapa Gading tahun 2002 yang mendorongnya terlibat dalam aktivitas sosial bersama Yayasan Buddha Tzu Chi (Taiwan) Indonesia, makin memicu kesadaran bukan hanya tentang perlunya berbuat baik kepada sesama tapi juga pentingnya menerapkan konsep hunian yang lebih green.

Kesadaran itu makin mengkristal setelah Lili terlibat aktif dalam Yayasan Buddha Tzu Chi dari semula hanya donatur tetap. Bersama Tzu Chi ia menggarap program Bebenah Kampung yang merenovasi rumah warga di sekitar perumahan. Ia melibatkan para karyawan dalam survei bantuan renovasi rumah itu dan kegiatan pelestarian lingkungan. Tahun 2009 ia meresmikan Posko Daur Ulang Tzu Chi di Serpong. Di Posko itu sampah dari warga perumahan dihimpun, dipilah dan diolah. Hasil penjualannya digunakan untuk kegiatan sosial Tzu Chi.

Sebelumnya fasilitas daur ulang serupa sudah dibangun di Kelapa Gading. Kini konsep ramah lingkungan yang diterapkan di proyek Summarecon tidak hanya menyangkut pengelolaan sampah, tapi meluas ke aspek green lain seperti pengelolaan air bersih dan air limbah rumah tangga. Produk properti Summarecon pun kian berkualitas dan selalu diminati orang. Berikut perbincangan wartawan HousingEstate Samsul Arifin Nasution, Halimatussadiyah, dan fotografer Susilo Waluyo dengan Liliawati di Serpong beberapa waktu lalu.

Kenapa produk-produk Summarecon selalu diminati orang?

Kita selalu menjaga komitmen, nggak sembarangan memberi janji. Kalau sudah janji, harus ditepati. Kita juga selalu ingin membantu konsumen, tidak selesai menjual lalu ditinggalkan. Ada waktu maintenance selama tiga bulan dan customer care untuk menyediakan tukang (kalau properti yang sudah terjual perlu perbaikan) kendati tentu ada biaya. Kita banyak membikin fasilitas dan estate management sebagai regulasi (di kawasan perumahan). Awalnya berat juga. Misalnya, garasi tidak boleh sembarangan, got di depan rumah tidak boleh ditutup. Suatu estate yang bagus harus hasil kerja sama semua orang. Kalau ada satu orang yang buang sampah sembarangan, mana bisa bagus (real estatenya). Karena itu diperlukan estate management. Dulu, kita sering berdebat dengan warga, tapi sekarang warga berterima kasih karena lingkungan jadi bagus dan nilai propertinya naik.

Apa yang Anda upayakan untuk menarik pembeli?

Kita memberi ruang bagi pembeli untuk menikmati kenaikan harga. Kalau kita lihat, pembeli untungnya lebih cepat daripada developer. Mereka tinggal beli, lalu dapat untung. Kalau developer masih harus merencanakan dan lain-lain. Seperti kalau kita menjual ruko, sengaja dibatasi supaya tidak terjual lalu banyak yang kosong. Kita membantu sampai rukonya ramai dikunjungi. Sama seperti mal kita membuat berbagai acara untuk mencari pengunjung supaya penyewa senang.

Ada obsesi khusus untuk Summarecon Serpong menjadi seperti apa?

Kalau bisa sama dengan Kelapa Gading atau bahkan melebihi. (Proyek) yang belakangan harusnya bisa lebih maju. Di Serpong hawanya lebih bagus, lingkungannya lebih asri dibanding Kelapa Gading. Kita juga ada sedikit perbedaan dengan Kelapa Gading, konsepnya (di Serpong) lebih ke pendidikan.

Bagaimana kompetisi dengan perumahan lain di Serpong?

Kita selalu bersinergi. Justru dengan ada yang lain, kita juga ikut bagus. Kita bagus, orang lain ikut bagus. Saling mendukung. Seperti fasilitas mal (Mal SMS) itu, pengunjungnya kan nggak dari warga kita saja. Secara berkala kita bertemu antar developer. Seperti pengadaan jalan tembus (dari Summarecon Serpong dan Paramount Serpong) ke kawasan BSD City itu kan hasil kerja sama kita untuk mengurangi kemacetan (di Jalan Raya Serpong).

Terkait pengembangan ramah lingkungan, Lili mengatakan, sejak awal Summarecon sebenarnya sudah menerapkan peraturan untuk menghindari penebangan pohon. Planning development kemudian menangkap pesan green itu. Penerapan konsep itu makin serius setelah banjir besar dan perkenalan yang lebih intens dengan Yayasan Tzu Chi itu, termasuk bertemu langsung Master Cheng Yen (pendiri Tzu Chi) dan mengikuti kamp bagi relawan Tzu Chi sedunia di Taiwan. Perempuan dari keluarga berkecukupan yang sejak kecil sekolah di Taiwan dan baru ke Indonesia setelah lulus SMA itu, menangani sendiri kegiatan sosial menanggulangi dampak banjir itu bagi warga Kelapa Gading, karena saat itu suaminya sedang ke luar negeri dan anak-anaknya masih bersekolah di luar negeri.

Ide penerapan green development awalnya dari siapa?

Dari planning development tapi saya dukung karena saya kebetulan di Tzu Chi. Saya sudah masuk sekali pelajaran dari Tzu Chi, jadi kebawa (dalam kehidupan sehari-hari). Anak-anak saya juga mendukung, malah mereka lebih berimprovisasi lagi (dalam penerapan konsep hijau itu).

Kenapa perhatian terhadap pengolahan sampah?

Kita itu satu visi mengenai konsep green antara bagian perencanaan, direksi, dan lain-lain. Kita saling mendukung. Khusus sampah, karena kebetulan juga Tzu Chi memiliki perhatian terhadap pengolahan sampah. Ada motto, sampah harus dijadikan emas. Artinya sampah bisa menghasilkan uang untuk membantu orang yang susah. Di Taiwan kalau sampah dikumpulin, lalu didaur ulang, hasilnya (uang) bisa untuk membantu orang cuci darah. Yayasan ini lintas agama dan sudah dibuka di banyak negara seperti Malaysia, Singapura (dan kemudian Indonesia). Kita mengadopsi (motto Tzu Chi) itu di perumahan Kelapa Gading, Serpong, dan Bekasi untuk daur ulang sampah anorganik dan organik yang diolah menjadi kompos.

Investasi pengolahan sampah itu tidak merugikan?

Perusahaan kita nggak selalu mencari untung, tapi juga memikirkan global warming. Kita harus mulai dari diri kita. Misalnya bathtub, kita nggak mau pakai lagi dalam desain rumah karena kita mesti memikirkan berapa air yang terpakai kalau sedang musim kering. Untuk penyiraman tanaman di kawasan kita sudah pakai cadangan air dari hasil daur ulang.

Lili tidak hanya menerapkan sistem daur ulang air di kawasan perumahan tapi juga di bangunan sekolah, seperti gedung TK Pahoa di Summarecon Serpong yang selesai dibangun awal 2013. Ia juga melibatkan menantunya Theresia Mareta yang berpendidikan arsitektur untuk mengkonsepkan Pahoa sebagai bangunan ramah lingkungan bersama arsitek Adi Purnomo. Hasilnya, bangunan sekolah dirancang dengan ruang-ruang belajar tanpa alat pendingin udara (AC). Ruangan mengandalkan pendinginan alami dari atap yang dibuat berupa taman (roof garden) dan lubang ventilasi dua arah (cross ventilation). Konsep itu tak lantas diterima dengan baik oleh sebagian wali murid. Untuk itu Lili dan Theresia berusaha keras memberi pengertian dan edukasi tentang manfaat desain yang berkelanjutan itu.

Selain pengelolaan sampah dan air, Lili juga memiliki passion terhadap dunia fashion Indonesia. Sejak Mei 2004 misalnya, ia menginisiasi acara Jakarta Fashion & Food Festival (JFFF) di Mal Kelapa Gading yang rutin digelar setiap tahun hingga sekarang. Visinya mengangkat citra, harkat, dan martabat bangsa Indonesia melalui industri kreatif. Ia juga menyediakan area khusus bagi desainer fashion lokal untuk memamerkan karyanya di The Catwalk, Mal Kelapa Gading. Atas konsistensinya mendukung dunia fashion itu Lili dianugerahi penghargaan khusus pada Indonesia Fashion Week (IFW) 2012 bersama Guruh Soekarno Putra dan tiga tokoh lain.

Bagaimana Anda membagi waktu antara keluarga dan perusahaan?

Anak-anak sekarang sudah besar dan berkeluarga. Saya kembali bekerja setelah anakanak semua lulus dari sekolah di luar negeri. Jadi ketika saya sudah nggak ada kerjaan di rumah, baru saya ditawari membantu (aktif) di kantor.

Anda selalu terlihat sehat, apa olah raganya?

Nggak pernah olah raga. Di keluarga nggak ada yang suka main golf, kayaknya buang waktu karena kelamaan. Pak Tjipto paling berenang dan main tenis. Hobi saya pokoknya bekerja.

Sumber: Majalah HousingEstate

Dapatkan Majalah HousingEstate di toko buku atau agen terdekat. (Lihat: Daftar Retailer) atau Unduh versi digitalnya WayangForce, Scoop & Scanie.