HousingEstate, Jakarta - “Tangga harus dijadikan bagian dari ruang, bukan sekadar penghubung, dengan memerhatikan keamanan dan kenyamanannya.”
Lahan yang makin sempit membuat pengembangan rumah tak bisa lagi ke samping tapi ke atas. Dalam konteks ini keberadaan tangga menjadi wajib sebagai akses. Kendati “hanya” penghubung, fungsinya tak bisa dianggap sepele. “Tangga harus memenuhi kaidah kenyamanan dan keamanan. Keberadaannya harus dilihat sebagai bagian dari ruang, bukan sekedar perantara,“ kata Ahsanul Haq, Prinsipal Adab Sthapati, architecture interior.
Dengan menjadi bagian dari ruang, fungsi dan kriteria ideal sebuah tangga bisa terpenuhi. “Kalau kita melihat tangga hanya sebagai akses ke atas, posisinya akan dipaksakan. Akhirnya tidak memenuhi standar kenyamanan dan keamanan, misalnya untuk anak-anak dan orang tua,” jelasnya.
Ada beberapa standar yang harus dipenuhi untuk mendapatkan tangga yang aman dan nyaman. Lebar tapak misalnya, berkisar antara 28,5 – 30 cm, tinggi undakan (trapping) 16 – 18 cm, dan lebar jalur tidak kurang dari 85 cm. “Ukuran segini sudah cukup nyaman untuk rumah mungil dengan dua kamar di atas,” ujar Wahyu Achadi, arsitek dari PT Sukma Anugerah Seroja (Home Works).
Dengan lebar jalur hanya 85 cm, tidak perlu hand railing supaya tangga terlihat lapang namun tetap aman karena bisa berpegangan pada dinding. Tapi, bila di lantai atas ada tiga kamar sebaiknya lebar tangga tidak kurang dari satu meter, karena sirkulasi orang keluar masuk tentu lebih tinggi. “Jadi, bila berpapasan tidak perlu memiringkan tubuh,“ tambahnya.
Jangan sampai me-reduce kenyamanan tangga. Kalaupun tidak dapat yang ideal, misalnya trap-nya hanya 27 cm, bisa disiasati dengan membuat pinggul di ujungnya menggunakan kayu selebar 1,5 cm. Jadi tetap dapat pijakan 28,5 cm. “Kebanyakan rumah-rumah kecil yang dikembangkan developer tidak nyaman tangganya karena mengejar hitungan ekonomis. Pijakannya bisa cuma 20-25 cm, bahkan bordes dijadikan anak tangga,” ungkapnya.