HousingEstate, Jakarta - Sebuah gedung yang dibangun dengan menyusun bata kemudian disemen, sesaat lagi akan menjadi hal kuno. Perkembangan teknologi yang luar biasa akan mengubah hal yang selama ini sudah lazim menjadi lebih praktis, simpel, dan cepat, termasuk dalam membangun sebuah bangunan.

Teknologi digital juga akan merasuk ke bidang konstruksi melalui digital construction. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT PP Tbk yang banyak membangun gedung-gedung tinggi dan proyek infrastruktur besar, akan memulai mengadopsi teknologi 3D printing dengan mesin 3D printing Apiscor dari Rusia. Mesin ini telah berhasil membuat rumah tipe 38 m2 dengan cara di-print dalam waktu 24 jam. Sebelumnya teknologi printer 3D itu sudah dipakai untuk membuat patung, maket, dan sejenisnya.

“Teknologi itu akan kami coba kembangkan di Indonesia. Diuji dulu untuk terus dikembangkan dan menjadi acuan kita. Apakah mesin ini juga bisa digunakan untuk membangun highrise building (bangunan tinggi)? Kita tidak ingin ketinggalan teknologi konstruksi,” kata Hajar Setiaji, Kepala Divisi Perencanaan Starategis, Riset, dan Teknologi PT PP Tbk kepada housing-estate.com di Jakarta, Rabu (13/12).

PT PP telah membuat program building information modeling (BIM) untuk mendukung digital construction itu. Seluruh desain yang diinginkan dimasukkan ke dalam sistem digital yang terkoneksi dengan alat 3D printer-nya. Sistem printer-nya seperti robot berlengan yang akan bergerak cepat mengeluarkan cairan semen cepat kering sesuai gambar konstruksi di komputer.

Sistem digital construction ini dipastikan akan mengubah model bisnis dunia konstruksi karena tidak perlu lagi ada persiapan prakonstruksi, cukup memasukan data BIM ke dalam 3D printing, dan sebuah bangunan bisa langsung jadi. Cara kerjanya mirip seperti membuat topeng wajah di film “Mission Impossible” yang diperankan Tom Cruise. Hanya saja ukurannya lebih besar.

Teknologi ini merupakan langkah awal PT PP untuk mempersiapkan revolusi yang bisa terjadi di sektor konstruksi dengan adanya teknologi ini. Hajar menggambarkan, perubahan yang terjadi pada taksi konvensional berhadapan dengan taksi online atau bisnis online yang berdampak pada sepinya mal, model digital construction ini ingin ditangkap lebih awal oleh PT PP Tbk.

“Jadi sekarang ini kita belum berpikir untuk membangun rumah karena belum tentu feasible juga. Ini sedang kita pelajari sehingga kalau nanti teknologinya sudah siap, kita tidak panik seperti taksi dan bisnis konvensional yang berantem (dengan yang online) karena tidak siap. Justru ini ajakan untuk stakeholder (para pemangku kepentingan di bisnis konstruksi) agar bersiap khususnya pemerintah dari sisi regulasinya,” jelasnya.

PT PP Tbk dengan Apiscor sendiri bekerja sama mempelajari teknologinya sehingga bukan membeli produk printer-nya. Sistemnya seperti sewa dengan dana Rp3 miliar untuk sewa selama setahun. Di Rusia rumah contoh tipe 38 m2 yang berhasil dibangun memiliki efisiensi mencapai 70 persen untuk tenaga tukang dan material. Biaya konstruksinya mencapai USD10.134 atau setara Rp136,8 jutaan atau sekitar Rp3,7 juta/m2.